top of page
Andrew Daniel Djapri & Edline Annetta

Aksi Pemboikotan Produk Asal Perancis yang Membawakan Dampak di Setiap Aspek

Updated: Jan 16, 2021


sumber gambar: merdeka.com

Pada 16 Oktober 2020, dunia dihebohkan dengan pemenggalan Samuel Paty, seorang guru di Perancis yang dipenggal oleh seorang remaja 18 tahun. Pembunuhan tersebut terjadi setelah Samuel Paty menunjukkan beberapa karikatur majalah Charlie Hebdo mengenai Nabi Muhammad SAW yang tidak senonoh kepada murid-muridnya. Setelah kejadian tersebut, Emmanuel Macron, Presiden Perancis saat ini, mengunjungi tempat Paty mengajar dan menyatakan bahwa pemenggalan tersebut merupakan serangan teroris yang tipikal. Macron pun membela publikasi Charlie Hebdo yang menurutnya selaras dengan sekularisme dan kebebasan berpendapat yang berdasar pada hukum Perancis yang sudah ada sejak 1905 mengenai pemisahan agama dan pemerintahan.


Ia pun menyatakan bahwa Islam merupakan agama dalam krisis, dan menyuarakan keinginannya untuk memberantas radikalisme yang mengancam nilai-nilai dasar negara Perancis. Untuk itu, Pemerintahan Macron sedang merencanakan RUU baru untuk memerangi kelompok Islamis. RUU tersebut dibuat untuk memberantas kelompok-kelompok Islamis yang diklaim sedang menciptakan budaya paralel yang mengancam nilai-nilai, adat istiadat dan hukum Perancis.


Charlie Hebdo, Sumber kontroversi tanpa henti

Majalah Charlie Hebdo merupakan sebuah majalah mingguan Perancis yang sering disebut sebagai majalah yang berhaluan kiri, dimana majalah ini sering sekali menuai kontroversi dalam isi majalah ini. Majalah Charlie Hebdo ini sering memasukkan laporan jurnalistik dengan nada yang terdengar provokatif dan menulis sikap anti-agama dengan menampilkan kartun, laporan, polemik, dan lelucon politik. Tidak hanya itu, dalam majalah Charlie Hebdo beberapa kali melakukan pengkritikan yang berhaluan kanan dimana melingkupi isu politik, budaya, dan beberapa agama meliputi Katolik, Yudaisme, dan Islam. Hal inilah yang membuat Charlie Hebdo merupakan majalah yang meyakini dirinya sebagai majalah yang memiliki kebebasan dalam berpendapat tanpa batasan di dalam dunia jurnalistik.


Tanggapan Negara-Negara Lain

Pernyataan-pernyataan tersebut mengundang kritik dari berbagai negara terhadap pemerintah Perancis, terutama setelah Presiden Perancis Emmanuel Macron memberikan pernyataan dukungan terhadap Charlie Hebdo dan kebebasan berpendapat yang dianggap tidak menghormati agama-agama lain, terutama agama islam. Kritik yang dilontarkan beragam, mulai dari kecaman hingga seruan untuk memboikot produk-produk Perancis yang dipimpin oleh beberapa negara muslim seperti Turki, Mesir, Kuwait dan lain-lain.


Pernyataan Macron pun dikecam oleh Presiden Indonesia Joko Widodo, melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, karena dianggap telah menghina agama islam dan melukai hati umat muslim di seluruh dunia. Menurut Jokowi, pernyataan tersebut berpotensi menimbulkan perpecahan antar umat beragama di saat dunia butuh bersatu dalam menghadapi pandemi COVID-19. Menurutnya, kebebasan berpendapat tidak seharusnya “mencederai kehormatan, kesucian, serta kesakralan nilai-nilai dan simbol nilai agama” dan “sama sekali tidak bisa dibenarkan dan harus dihentikan”. Meski begitu, pemerintah melalui pernyataan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, akan mengambil angkat untuk tidak ikut serta memboikot produk-produk Perancis karena pernyataan Macron di luar konteks perdagangan.


Sebaliknya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui surat pernyataan Nomor: Nomor: Kep-1823/DP-MUI/X/2020 tertanggal 30 Oktober, MUI menyatakan sikap dan mengimbau umat Islam Indonesia dan dunia agar bersama-sama memboikot semua produk Perancis hingga Macron mencabut ucapannya dan meminta maaf. Kalangan masyarakat pun banyak yang menjalankan himbauan tersebut dan berbagai gerai minimarket ternama pun memboikot produk-produk.


Salah satu kecaman paling tajam datang dari salah satu “korban” Charlie Hebdo yaitu Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan. Sebelumnya, Erdogan telah sejarah perseteruan dengan Emmanuel Macron mengenai tindakan-tindakan Turki dalam konflik Nagorno-Karabakh antara Armenia dan Azerbaijan. Dalam tanggapannya, Erdogan mempertanyakan kesehatan mental Macron serta mendesak kepala negara Uni Eropa lainnya agar menghentikan kampanye kebenciannya terhadap agama Islam. Selain itu, kompetensi Macron dalam menjalankan negara dengan pemeluk agama yang beragam pun dipertanyakan mengingat perlakuannya yang dianggap tidak layak terhadap pemeluk agama Islam di negerinya. Dalam tanggapannya terhadap pernyataan Macron, Erdogan pun menyerukan agar semua orang menjauhi dan memboikot produk-produk Perancis. Pernyataan Erdogan pun diikuti dengan demonstrasi massal, yang dikatakan oleh Memur-Sen, ketua Konfederasi Pegawai Publik, diikuti oleh ribuan orang untuk membela agama islam.


Berbuntut dari kecaman tajam Turki, Duta besar Perancis kepada Turki ditarik pulang dan juru bicara Presiden Perancis pun menyatakan bahwa pernyataan Erdogan terlalu berlebihan dan kasar, serta mendesak agar Erdogan mengubah haluan kebijakannya yang berbahaya.


Kementerian Luar Negeri Yordania, pada Tanggal 25 Oktober 2020, mengecam “publikasi karikatur Nabi Muhammad SAW yang berkedok kebebasan berpendapat” dan “segala upaya yang diskriminatif dan menyesatkan, yang berusaha untuk menghubungkan Islam dengan Terorisme”. Pernyataan ini pun diiringi dengan gelombang protes sosial media dengan tagar-tagar yang menyerukan pemboikotan terhadap produk Perancis. Gerakan ini juga mendapatkan dukungan dari Dima Tahboub, mantan anggota Parlemen Yordania, yang menyerukan agar boikot dilanjutkan dan agar umat muslim berdiri membela Nabi Muhammad SAW.


Di Pakistan, berbagai kalangan, baik pemerintah maupun masyarakat menyerukan pemboikotan produk Perancis melalui kampanye sosial media serupa dengan yang ada di negara lainnya. Seruan-seruan ini dilanjutkan dengan perjanjian antara organisasi masyarakat TLP dan pemerintah pada tanggal 17 November 2020 yang menetapkan bahwa Pemerintah akan menghentikan pembelian produk Perancis dan akan mempertimbangkan mengusir Duta Besar Perancis di Pakistan. Selain itu, Menteri Hak Asasi Manusia Pakistan pun dalam tweetnya, membandingkan perlakuan Macron terhadap umat muslim dengan perlakuan Hitler kepada umat Yahudi.


Di Eropa, banyak pemimpin-pemimpin negara justru mendukung Emmanuel Macron. Pemerintah Jerman menganggap bahwa pernyataan Erdogan merupakan pemfitnahan dan tidak pantas mengingat latar belakang pernyataan tersebut yaitu pembunuhan Samuel Paty. Pemerintah Italy, Belanda, Presiden Komisi Eropa pun menyatakan dukungan kepada Perancis dalam mempertahankan nilai-nilai seperti kebebasan berpendapat yang tertanam di Uni Eropa dan melawan ekstrimisme dan radikalisme. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell pun menyatakan bahwa komentar Erdogan "tidak dapat diterima" dan mendesak Turki agar "menghentikan konfrontasi yang berbahaya ini."


Dampak dari Pemboikotan Produk Perancis di Indonesia

Hingga saat ini, pemboikotan produk dariPerancis masih dilakukan oleh sejumlah masyarakat di Indonesia. Setelah melakukan aksi ini, banyak pengamat yang beranggapan bahwa aksi pemboikotan ini tidak menghasilkan suatu dampak yang signifikan atau terlihat jelas dampaknya oleh perusahaan produk Perancis ataupun perekonomian Indonesia.Banyak pengamat yang mengatakan bahwa produk Perancis yang dijual di Indonesia bukan merupakan bahan pokok yang wajib dimiliki oleh masyarakat Indonesia melainkan suatu produk tersier yang memiliki nilai kurang penting dari bahan pokok.


Perusahaan di Indonesia pun juga mengalami aksi pemboikotan. Seorang sosiolog dari Universitas Indonesia yang bernama Imam Budidarmawan Prasodjo mengatakan bahwa aksi boikot tidak semata-mata hanya terkait mengenai permasalahan ekonomi untuk tidak memakai produk tertentu, tetapi juga sebagai alat atau media untuk merealisasikan protes yang meluas. “Kalau protes hanya sekedar verbal itu seringkali kurang menggigit makanya digalanglah protes yang mengambil simbol, menusuk kepentingan ekonomi secara riil,” pendapat dari Imam. Ia pun memberikan sebuah saran yaitu dimana kedua belah pihak untuk saling menjelaskan dan berdialog dimana memiliki sebuah untuk dapat memahami cara pandang masing-masing dan menghindari adanya konflik yang meluas dan berkepanjangan. Melainkan pembelian barang produk sudah turun akibat adanya pandemi COVID-19. Latar belakang dari aksi pemboikotan produk Perancis ini adalah bentuk dari rasa sakit hati dari ucapan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dianggap menghina umat Islam. Namun di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan bahwa aksi pemboikotan produk asal perancis bukanlah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh umat muslim.


Indonesia sendiri, tidak menerima atas perlakuan yang telah terjadi di Kota Nice, Paris yang dianggap merupakan sebuah tindakan kekerasan. Melalui video di Youtube, Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia mengatakan bahwa Indonesia juga mengecam keras pernyataan Presiden Perancis yang menghina agama Islam yang telah melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia. Menurut Presiden Joko Widodo sendiri, disaat adanya pandemi ini seharusnya negara saling membantu negara lain dan menghindari perpecahan terutama umat beragama di dunia. Ia menegaskan bahwa mengaitkan tindakan terorisme dengan agama merupakan sebuah kesalahan besar dimana terorisme tidak dapat dihubungkan dengan agama. Ia juga menghimbau agar Indonesia dan dunia ikut menjaga Persatuan dan Toleransi umat beragama.


Dampak Pemboikotan di negara lain

Tidak hanya di Indonesia, namun di negara-negara Islam lainnya banyak yang melakukan aksi pemboikotan produk Perancis. Recep Tayyip Erdoğan selaku Presiden Turki mengeluarkan pendapatnya dalam memberikan komentar akan isu yang terjadi. Dalam pidatonya yang disiarkan di televisi negara Turki, Presiden Erdogan memberikan sebuah himbauan untuk tidak membeli produk produk yang berasal dari Perancis. Terdapat beberapa aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Suriah, Gaza, dan Irak dimana masyarakat disana melakukan pembakaran patung patung Macron dan melakukan demonstrasi. Lainnya, di negara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab ikut memberikan himbauan melalui media sosial untuk tidak membeli produk produk asal Perancis dan memboikot Supermarket yang merupakan hasil dari Perancis yaitu Carrefour. Beberapa pedagang pedagang di Yordania, Qatar dan Kuwait mulai menurunkan produk produk asal Perancis dari rak-rak dagangan mereka. Sementara di University of Qatar, mereka membatalkan adanya pekan acara kebudayaan Perancis di kampus itu.


Dalam peninjauan kembali mengenai kasus boikot terhadap Perancis, hal tersebut dapat terjadi dilatarbelakangi adanya benturan antara nilai-nilai kebebasan dalam berekspresi yang ada dan melekat dalam sejarah Perancis dalam cara pandang dunia Islam yang merasa tertindas akibat ketidakadilan yang dialaminya. Pemimpin komunitas agama maupun pemimpin-pemimpin negara harus dapat merajut dengan melakukan sebuah upaya-upaya diplomatis dimana kedua belah pihak perlu untuk melakukan pemahaman dalam bagaimana cara pandang masing-masing dan menghindari adanya konflik yang meluas dan berkepanjangan.

8 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Post: Blog2 Post
bottom of page