Kurva kasus penyebaran Covid-19 di Indonesia masih terus melonjak tinggi. Penyebaran penyakit virus corona masih menjadi masalah yang belum dapat dituntaskan di beberapa kota besar di Indonesia seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan kota kota lainnya. Hingga saat ini, sudah banyak rumah sakit rujukan ataupun rumah sakit rujukan darurat Wisma Atlet yang tidak sanggup menerima pasien terutama untuk menangani pasien yang positif terkena virus corona tanpa gejala.
Berita baiknya, sudah terdapat vaksin yang didatangkan dari China. Vaksin yang didatangkan ke Indonesia ini bernama Vaksin Sinovac dan telah dipakai oleh beberapa negara lain juga seperti Turki, Brazil dan negara lainnya. Namun Vaksin Sinovac sendiri menimbulkan pro dan kontra di antara masyarakat di Indonesia. Lataran muncul isu isu yang memberitakan bahwa Vaksin Sinovac memberikan efek samping terhadap tubuh yang telah dilakukan vaksinasi. Dimulai dari munculnya beberapa penolakan terhadap aturan wajib vaksin hingga beberapa dasar hukum yang digunakan sebagai bahan kontradiksi.
Penerima Vaksinasi Covid-19 Pertama di Indonesia
Rabu (13/1), Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang melakukan vaksinasi Vaksin Sinovac. Perdana vaksinasi ini dilaksanakan di Istana Merdeka, Jakarta. Vaksinasi ini dilakukan setelah mendapatkan izin darurat atau Emergency Use Authorization dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan keluarnya sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Terdapat empat tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan proses vaksinasi yaitu Meja yang pertama melakukan klarifikasi data, kedua melakukan pengecekan tensi dan klarifikasi kesehatan, ketiga melakukan penyuntikan vaksin Sinovac oleh dokter kepresidenan, keempat diberikan kartu tanda suntik vaksin.
Pada gelombang vaksinasi pertama ini, tidak hanya Presiden Joko Widodo yang melakukan vaksinasi namun juga dilakukan oleh beberapa tokoh masyarakat yaitu Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Dr. Daeng M. Faqih selaku Ketua Ikatan Dokter Indonesia, Kapolri Jenderal Idham Azis dan juga selebritas Raffi Ahmad.
Vaksinasi ini dilakukan juga oleh perwakilan pedagang, buruh, guru dan tenaga medis. Proses vaksinasi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dengan sebuah harapan dimana masyarakat juga melakukan vaksinasi dengan lancar dan agar terbebas dari penularan virus corona (Covid-19).
Dengan adanya vaksinasi ini, diharapkan dapat memutuskan rantai penularan virus corona (Covid-19) di Indonesia. Vaksinasi ini juga akan dilanjutkan ke seluruh provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia. Namun, tetap perlu diingatkan bahwa setelah melakukan vaksinasi penting untuk tetap melaksanakan protokol kesehatan 3M (Menjaga jarak, Mencuci tangan dan Memakai Masker).
Apakah Mewajibkan Vaksinasi Merupakan Pelanggaran HAM?
Vaksin Covid-19 merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh umat manusia agar dapat mengakhiri Pandemi Covid-19 ini dengan segera. Namun dikarenakan terdapat berbagai hoaks beredar di kalangan masyarakat, tidak sedikit masyarakat yang menjadi ragu dan bahkan menolak untuk melakukan vaksinasi Covid-19. Dengan begitu, muncul beberapa kontradiksi di kalangan masyarakat yang mengacu kepada Hak Asasi Manusia pada Pasal 5 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal ini mengatakan bahwa setiap masyarakat memiliki hak secara mandiri untuk bertanggung jawab menentukan kesehatannya sendiri.
Beberapa pegiat HAM juga merujuk pada Pasal 5 ayat (3) UU 36/2009 tentang Kesehatan yang menyebutkan bahwa,"Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya”. Banyak yang kemudian menyatakan bahwa mewajibkan warga untuk melakukan vaksinasi merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Jadi sebenarnya vaksin Covid-19 lebih merupakan hak atau kewajiban? Hal ini memberikan tanda tanya bagaimana posisi hak dan kewajiban warga negara dalam melakukan vaksinasi guna mencegah penyebaran kasus virus Covid-19.
Pertama-tama, mari kenali posisi hak dan kewajiban warga negara dalam melakukan vaksinasi Covid-19. Di Indonesia, kebijakan mengenai vaksinasi lebih ditempatkan sebagai mandatory atau kewajiban bagi warganya. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej telah menyatakan seluruh Warga Negara Indonesia diwajibkan melakukan suntik vaksin Covid-19 yang diselenggarakan oleh negara. Upaya ini dilakukan sebagai penanganan penanganan Covid-19 yang melanda Indonesia, bahkan kewajiban masyarakat melaksanakan suntik vaksin tertuang di dalam UU Nomor 36 Pasal 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pemerintah juga telah menyatakan bahwa hal ini merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan vaksin kepada warganya sebagai hak agar tetap sehat dan aman dari kemungkinan infeksi virus Covid-19. Hal tersebut pun menjadi mempertimbangkan berbagai permasalahan, termasuk populasi di negara ini, khususnya Pulau Jawa karena penduduknya sangat padat. Indonesia perlu vaksinasi untuk membentuk kekebalan komunitas atau kekebalan kelompok yang hanya dapat dicapai jika lebih dari 70 persen penduduknya telah mendapatkan suntikan vaksin.
Menurut pemerintah, vaksin Covid-19 penting untuk dilakukan demi memutus mata rantai penularan virus Covid-19 dan memberikan perlindungan kesehatan dan keamanan seluruh masyarakat. Dengan begitu pandemi bisa teratasi dan terjadi percepatan pemulihan ekonomi. Dengan divaksin, seseorang telah melindungi diri dan orang lain yang tidak bisa divaksin karena alasan kesehatan agar tetap terjaga sehat. Vaksinasi juga mampu menurunkan tingkat mutasi virus. Seiring jalannya waktu, pandemi Covid-19 pun dapat teratasi.
Maka dari itu, vaksinasi memang bukan solusi yang instan, sebab protokol kesehatan harus tetap diterapkan sampai kawanan kekebalan terbentuk. Jadi pada prinsipnya vaksinasi bukan masalah kesehatan pribadi saja, melainkan mencegah penularan dan membentuk kawanan kekebalan. Sebab, hidup di tengah masyarakat, prinsipnya bukan hanya menyelamatkan diri sendiri, tapi juga membantu orang lain yang membutuhkan perlindungan.
Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komnas HAM, menegaskan dalam kondisi darurat negara, kewajiban mengikuti program vaksinasi bukanlah bentuk pelanggaran HAM. "Dalam kondisi darurat kesehatan seperti sekarang ini, mewajibkan warga negara untuk divaksin tidak melanggar hak asasi manusia," katanya. Menurutnya, dalam mengikuti program vaksinasi Covid-19, ada aspek kedaruratan negara.
Di sisi lain, negara memiliki tanggung jawab seperti yang tertera pada Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Masyarakat. Maka dari itu, dapat diartikan bahwa negara juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negara agar tidak tertular Covid-19.
Maka dari itu, dari informasi-informasi ini sangat diharapkan agar masyarakat Indonesia mau menerima vaksinasi Covid-19, karena vaksin yang ditemukan oleh para ilmuwan dan dokter ini pasti dibuat untuk memulihkan kondisi, bukan untuk memperburuknya. Faktanya lebih dari 50 negara dilaporkan telah memulai vaksinasi Covid-19. Diperkirakan 70-90 persen dari 7,8 miliar orang di dunia perlu menerima vaksin sebelum mencapai 'herd immunity' agar dapat kembali ke kehidupan normal.
Memiliki keputusan sendiri atas keinginan untuk menerima ataupun menolak vaksin memanglah hak semua orang, tetapi alangkah baiknya untuk mengenali alasan pribadi mengapa menolak vaksinasi Covid-19. Di masa pademi ini tentunya banyak berita yang beredar dan tidak semuanya dapat diterima secara mentah-mentah. Sebagai masyarakat milenial yang cerdas, membaca dan melakukan riset terhadap berita sangatlah penting untuk membedakan mana sumber yang dapat dipercaya dan juga mana sumber yang hanya hoax. Ditambah lagi, mencari informasi melalui internet di era sekarang sangatlah mudah dan tidak sulit untuk diakses. Selain itu, memiliki pendirian diri yang kuat dan tidak mudah digoyangkan oleh pendapat orang lain juga sangat dibutuhkan dalam menentukan vaksinasi Covid-19 ini.
Comments