top of page
Agnes Rolanda dan Aurelia Gisa

Bareskrim Ungkap Modus Penipuan Magang ke Jerman


Sumber gambar: Tempo.co


Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) mengungkapkan modus baru dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang berkedok program magang ke Jerman. Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, sebanyak 1.047 mahasiswa menjadi korban program magang ilegal tersebut. Mahasiswa-mahasiswa ini dipekerjakan secara non prosedural, yang mengakibatkan eksploitasi terhadap mereka. Kasus ini terkuak setelah adanya laporan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) di Jerman yang mendapat aduan dari empat mahasiswa setelah mengikuti program ferienjob di Jerman. Program ferienjob sendiri ditawarkan sebagai program magang internasional (International Internship) bagi mahasiswa. Hingga pada (24/03/2024), Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko memberikan pernyataan bahwa seluruh korban sudah ada di Indonesia karena memang kontrak program magang ini telah habis pada Desember 2023. 


Menurut Djuhandani, kronologi kejadian ini dimulai dengan para mahasiswa menerima sosialisasi upaya untuk memperkenalkan program magang ke Jerman kepada mahasiswa-mahasiswa di Indonesia oleh PT CVGEN dan PT Sinar Harapan Bangsa (SHB) yang meminta mereka membayar biaya pendaftaran sebesar Rp150.000 dan 150 Euro untuk mendapatkan Letter of Acceptance (LOA). Kedua PT tersebut diketahui sebagai pihak penyelenggara program ferienjob yang diduga sebagai perantara pertukaran pelajar. Berawal saat salah satu guru besar asal Jambi berinisial SS datang dan mendekati para pejabat tinggi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sekitar Desember 2022. Sihol memperkenalkan program ferienjob dan menyarankan UNJ untuk mengirim mahasiswa karena bisa masuk ke dalam program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) dan dikonversi menjadi 20 SKS. Sihol mendekati UNJ bersama para petinggi PT SHB dan PT CVGEN, perusahaan agensi di Indonesia yang membantu menghubungkan para mahasiswa dengan agen penyalur di Jerman untuk ditempatkan di sejumlah perusahaan. Menurut pernyataan pers oleh UNJ, PT CVGEN dan PT SHB meyakinkan diri bahwa mereka berbadan hukum berdasarkan nomor AHU-02200096.AH.11 tahun 2021 dan Program Magang Internasional di Jerman ini, menurut pihak mereka, diakui oleh pihak pemerintah Jerman dan Indonesia.


Mahasiswa diwajibkan membayar dana talangan yang jumlahnya mencapai Rp30.000.000 hingga Rp50.000.000, yang kemudian akan dipotong dari gaji mereka setiap bulannya. Setelah tiba di Jerman, para mahasiswa diberikan surat kontrak kerja oleh PT SHB yang harus didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman. Namun, surat kontrak tersebut disajikan dalam bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa. Hal ini membuat mereka terpaksa menandatanganinya tanpa sepenuhnya memahami isi kontrak dan hak-hak mereka sebagai pekerja magang.


Salah satu korban perempuan berinisial RM yang berusia 22 tahun, mengaku berangkat pada 11 Oktober 2023 karena agen menjanjikan sudah ada pekerjaan yang menunggunya di Jerman. Sesampainya di Jerman, dia menganggur karena pihak agensi mengatakan belum ada lowongan pekerjaan yang tersedia. Agen ferienjob di Jerman yang menampung RM dan teman-teman dari universitasnya adalah Brisk United GmbH. Sementara agen penyalurnya dari Indonesia ke Jerman adalah PT CVGEN dan PT SHB. Setelah mendapat penempatan bekerja di akhir Oktober 2023, RM pun dijadikan buruh di perusahaan logistik. Kemudian Desember 2023 awal, dia dipecat tanpa kejelasan. Lalu di pertengahan Desember 2023, dia dipekerjakan kembali sebagai tenaga sortir di pabrik buah, dan itu hanya berlangsung dua hari. Agen Brisk United GmbH lalu membiarkannya menganggur, sementara terus menjerat RM dengan biaya akomodasi selama di Jerman yang dihitung tiap harinya. Sampai pada 27 Desember 2023, RM dibawa oleh bos agensi RAC (agensi penyalur tenaga kerja di Jerman), Anna, untuk jadi kuli bangunan di apartemen pribadinya selama dua hari. 


Para korban diminta untuk menjalankan program ferienjob selama tiga bulan mulai dari Oktober 2023 sampai Desember 2023. Ferienjob adalah kerja paruh waktu dalam masa libur yang bukan kerja magang, tetapi bagian dari job market.  PT SHB diketahui telah menjalin kerjasama dengan beberapa universitas yang sudah tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU). Mereka menjanjikan bahwa program magang ini dapat dikonversikan menjadi 20 SKS dan masuk ke dalam program MBKM. Namun, keseluruhan praktik ini mengarah pada eksploitasi terhadap mahasiswa yang terlibat.


Penyelidikan dilakukan setelah Kedubes RI di Jerman memperdalam laporan tersebut, yang mengarah pada pengungkapan bahwa ada sekitar 33 universitas di Indonesia yang terlibat dalam program ferienjob ke Jerman. Sebanyak 1.047 mahasiswa ini diberangkatkan oleh tiga agen tenaga kerja di Jerman. Sosialisasi mengenai program magang ke Jerman dilakukan oleh PT CVGEN dan PT SHB kepada pihak universitas. PT SHB mengklaim bahwa program magang tersebut terdaftar dalam program magang merdeka dari Kemdikbud Ristek, serta menjanjikan konversi program tersebut setara dengan 20 SKS.


Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini, seluruhnya warga negara Indonesia (WNI); dua diantaranya berada di Jerman. Mabes Polri telah berkoordinasi dengan divisi hubungan internasional dan Kedubes RI di Jerman untuk penanganan dua tersangka yang berada di Jerman. Kelima tersangka ini terdiri dari SS (laki-laki) 65 tahun, AJ (perempuan) 52 tahun, MZ (laki-laki) 60 tahun, serta dua tersangka yang masih berada di Jerman yaitu ER alias EW (perempuan) 39 tahun, A alias AE (perempuan) 37 tahun.


Atas perbuatannya, kelima tersangka ini dikenakan Pasal 81 Undang-Undang No. 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yang mengancam dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda sebesar Rp15 miliar. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menegaskan bahwa program ferienjob tidaklah termasuk dalam kerangka program MBKM yang dijalankan oleh Kementerian. Menurut penjelasan resmi dari Kemendikbudristek, PT SHB sebelumnya telah mengajukan program tersebut, namun usulannya ditolak oleh Kementerian. Alasan penolakan ini dikarenakan ketidaksesuaian antara kalender akademik di Indonesia dengan di Jerman, yang menjadikan pelaksanaan program tersebut tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kemendikbudristek juga menekankan bahwa mekanisme pelaksanaan program pemagangan dari luar negeri harus melalui proses usulan resmi yang melibatkan pihak Kedutaan Besar atau Konsulat terkait. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa program tersebut memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan serta mendapatkan surat endorsement resmi dari pihak berwenang sebelum dilaksanakan. 


Salah satu universitas, yakni UNJ, mengatakan bahwa awalnya UNJ mengetahui adanya program magang ferienjob di Jerman pada Februari 2023 ketika mereka ditawari oleh seorang dosen dari salah satu perguruan tinggi di Jambi. Dosen tersebut (SS) datang ke UNJ untuk menawarkan Program Magang Internasional ke Jerman. Pada 6 Mei 2023, SS kembali ke UNJ untuk mempresentasikan program magang internasional ke Jerman dengan melibatkan PT SHB dan PT CVGEN. Mereka meyakinkan UNJ bahwa PT SHB adalah perusahaan yang sudah berbadan hukum dan bahwa program magang ini diakui oleh pemerintah Jerman dan Indonesia. 


SS, PT SHB, dan PT CVGEN juga mengklaim bahwa program magang ini sudah diikuti oleh banyak perguruan tinggi di Indonesia sebelum UNJ. Selanjutnya, SS mengatakan kepada mahasiswa magang bahwa mereka akan mendapatkan honor hingga Rp 30 juta. Honor ini diklaim bisa digunakan untuk biaya mahasiswa, termasuk tiket pesawat. Namun, belakangan diketahui bahwa PT SHB dan PT CVGEN melakukan pelanggaran prosedur, yang menyebabkan mahasiswa UNJ menjadi korban. Mereka merasa diperlakukan dengan tidak adil dan tidak jujur oleh SS, PT SHB, dan PT CVGEN. Oleh karena itu, UNJ berencana untuk mengambil langkah hukum terkait kasus ini. Djuhandani menyebut para tersangka mengubah data untuk bisa meloloskan mahasiswa yang mengikuti program tersebut, seperti data visa menggunakan visa liburan dan sebagainya. 


Kasus penipuan berkedok program magang ke Jerman yang melibatkan 1.047 mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia telah menjadi perhatian serius bagi Bareskrim Polri dan berbagai pihak terkait. Modus operandi yang dilakukan oleh tersangka, dengan menyajikan janji-janji palsu dan memanfaatkan ketidakpahaman mahasiswa terhadap prosedur, mengakibatkan kerugian dan eksploitasi terhadap para korban. Polisi menerapkan lima pelaku sebagai tersangka, dimana para tersangka dikenakan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO menyatakan “setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).” Selain itu juga Pasal 81 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menyatakan “orang perseorangan yang melaksanakan penempatan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rpf 5.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).”  Selain itu, ada juga pasal pidana tambahan yang meliputi pencabutan izin usaha, perampasan kekayaan hasil tindak pidana, pencabutan status badan hukum, pemecatan pengurus, dan larangan yang ditujukan kepada pengurus PT SHB untuk mendirikan korporasi dalam bidang usaha yang sama. Kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak terkait pentingnya menjalankan program magang dengan prosedur yang benar, serta melindungi hak-hak pekerja migran Indonesia.


Di Indonesia, TPPO diklasifikasikan sebagai pidana khusus. TPPO memiliki karakteristik berbeda dari kejahatan lainnya, dengan korban yang merupakan manusia dan seringkali melibatkan aspek ekonomi dengan manusia sebagai komoditas. UU Pemberantasan TPPO menegaskan bahwa TPPO adalah kejahatan kemanusiaan yang memerlukan penanganan khusus. Hampir semua aktivitas yang berbunyi di dalam UU Pemberantasan TPPO, baik dari kata "perekrutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang" hingga kata berbunyi "memberi bayaran atau manfaat" merupakan kegiatan yang terjadi pada dunia ketenagakerjaan migran. Namun sesungguhnya, TPPO hanya bisa disematkan pada pelaku apabila di dalamnya ada kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, atau penipuan. Pemerintah Jerman sendiri tidak ada campur tangan dengan program ferienjob ini.

19 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Post: Blog2 Post
bottom of page