sumber gambar: google.com
Pada segmen debat terbuka, isu investasi pun dibahas–spesifiknya perihal holding BUMN. Topik ini pertama diungkit oleh Sandiaga Uno dari Paslon 02 yang mengaku mendapatkan masukan dari seorang anggota BUMN sektor penerbangan yang memohon agar rencana holding BUMN sektor tersebut ditolak. Cerita ini berekor pertanyaan yang bercakupan luas, “Bagaimana strategi bapak untuk menciptakan BUMN sebagai world class company?”
Jawaban Jokowi selaku capres 1 terhadap pertanyaan itu justru untuk membangun holding-holding BUMN, dan bahkan membuat “super holding”, yang sempat terdengar mengejutkan beberapa pihak di kalangan penonton. Bertolak belakang dengan keluhan sang pekerja BUMN, menurut Jokowi adanya holding inilah yang justru akan membuat ekonomi Indonesia menjadi besar. “Dengan kekuatan holding-holding yang besar seperti itu, kita juga akan lebih mudah mencari capital, modal, dan kita tahu sudah mulai perusahaan karya-karya kita melakukan pekerjaan-pekerjaan besar di Timur Tengah, berupa infrastruktur, baik berupa perumahan, dan juga pabrik INKA kita, juga telah mengekspor kereta api ke Bangladesh dalam jumlah yang tidak sedikit. Kalau semua ini kita lakukan, swasta ini di belakangnya, inilah yang namanya ‘Indonesia in cooperation’. Dan, dengan itu, yang kecil-kecil juga akan ikut di belakangnya lagi, sehingga akan ketarik semuanya, ekonomi kita akan menjadi besar apabila kita melakukan yang tadi saya sampaikan.”
Holding company sendiri berarti perusahaan yang memiliki atau menguasai saham dari satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan tersebut. Sementara, menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika, “Super Holding” adalah “gabungan dari beberapa perusahaan induk. Perusahaan induk sendiri adalah perusahaan yang membawahi beberapa perusahaan dalam bidang terkait. Perusahaan induk berperan sebagai pemegang saham di beberapa anak perusahaan,” jelas Ahmad. Contoh dari holding BUMN di Indonesia adalah holding BUMN migas (minyak dan gas) dengan PT Pertamina sebagai induknya.
Konsep holding untuk BUMN di Indonesia ini sudah ada sejak tahun 1998, yang pertama dikemukakan oleh Menteri BUMN pada waktu itu yakni Tanri Abeng. Bagi Tanri, konsep holding BUMN ini akan menciptakan BUMN yang “kuat” dan akan “semakin fokus mengembangkan bisnisnya dari hulu ke hilir”. Lalu, sekarang, menurut (si staf khusus), sinergi ini berguna untuk meningkatkan efisiensi, nilai tambah, diverifikasi produk, akses finansial yang lebih baik, dan daya kompetitif di pasar global”. Namun, Super Holding merupakan sesuatu yang baru terdengar di publik di tahun pemilu ini.
Tanpa membahas poin-poin tentang holding yang dibawakan Jokowi, Prabowo langsung menyingkirkan perbincangan tentang itu dan mengatakan pembuatan holding sia-sia jika yang sekarang tidak dikelola dengan baik. “Bahwa BUMN kita, kebanggaan kita, pertamina, semua, yang seharusnya menjadi national champion, world champion, sekarang moril jatuh, tidak tahu masa depannya bagaimana, selalu dikalahkan dengan perusahaan asing, kenapa bisa swasta lebih hebat daripada Garuda?” Sebelumnya, ia memaparkan data dari Bloomberg tentang break even point yang dibutuhkan oleh BUMN Garuda untuk bisa memperoleh keuntungan. Beliau mengatakan Garuda butuh penumpang 120% untuk mencapai itu. Namun, Sekretaris wakil presiden perusahaan Garuda Indonesia, M Ikhsan Rosan tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Disampaikan olehnya bahwa sejauh ini belum ada maskapai penerbangan yang bisa memiliki okupansi yang sempurna. Menurut perhitungan, rata-rata tingkat keterisian kursi milik maskapai Garuda mencapai 75%. Hal tersebut pun dinilai masih menjaga stabilitas keuntungan dengan kondisi harga saat ini.
Dimana Paslon 2 hanya memaparkan contoh-contoh dari BUMN penerbangan, Paslon 1 memaparkan beberapa hal yang ia anggap keberhasilan dalam BUMN, dan masih mengaitkannya ke isu holding. “Besok bapak boleh cek berapa setoran dividen BUMN ke APBN kita. Naik atau turun,” buka Jokowi. Lalu, Jokowi membawa nama-nama perusahaan seperti Blok Rokan, Blok Mahakam yang sudah diambil oleh Pertamina serta Freeport yang ia klaim diambil alih oleh PT INALUM (PT Indonesia Asahan Aluminium Persero) dengan mayoritas 51.2%. Melansir informasi dari cek fakta CNN Indonesia, semua fakta yang disebutkan Jokowi di kala ini memang benar. Mengenai Freeport, Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium Persero pernah mengatakan bahwa untuk holding BUMN tambang dapat memasuki tambang Fortune 500, mereka harus memiliki pendapatan hingga Rp 291,1 triliun, yang bisa terjadi jika mereka memiliki saham 51% dari Freeport. Hal itu pun berhasil terlaksanakan ketika holding BUMN tambang mendapatkan 51.23% saham dari Freeport, seperti yang pernah dijanjikan Jokowi.
“Artinya BUMN kita mampu melakukan akuisisi seperti itu. Kalau kita masih ragu terhadap BUMN kita, kalau kita masih ragu dengan pengelolaan BUMN kita, bagaimana mereka memiliki kemampuan untuk mengambil, mengelola blok-blok besar yang tentu saja, ini memerlukan uang yang sangat besar?” Sambung Jokowi.
Serius tentang pembentukan Super Holding ini, setelah debat Istana Presiden pun membuka polling untuk membuat Super Holding ini terwujud. Setelah debat, menteri BUMN Rini Soemarno juga memberi statement dan memaparkan bahwa jika Super Holding ini ada, maka ia akan menggantikan Kementerian BUMN. Meski demikian, Rini mengatakan holding tersebut tetap akan diawasi dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Secara pro, memang pembuatan holding BUMN ini berpotensi membawa hal-hal yang disebutkan oleh staf presiden tadi, yakni berguna untuk meningkatkan efisiensi, nilai tambah, diverifikasi produk, akses finansial yang lebih baik, dan daya kompetitif di pasar global. Terlebihnya, rencana holding BUMN di bidang penerbangan ini dinilai positif oleh Jimmy Gani, Pengamat Penerbangan. Dilansir oleh Kontan.id, Jimmy beropini bahwa adanya konsolidasi akan berdampak pada efisiensi. Jimmy mengatakan, “Diharapkan nanti ada efisiensi, penguatan, dan sumber daya manusia yang kuat.”
Sebelumnya, Sandiaga menyinggung adanya pegawai BUMN yang ingin menolak holding BUMN penerbangan karena mereka “terancam terlempar dari status BUMN”. Menurut Ketua Umum (nonaktif) Forum Hukum BUMN, Gunawan, yang di interview oleh Hukum Online pada tahun 2016, harusnya tidak ada masalah atau hambatan asal UU Ketenagakerjaan dipenuhi dengan benar. “Artinya bicara status ketenagakerjaan kalau misalnya badan hukum yang lama terminasi, itu kan sejauh UU Ketenagakerjaan dipenuhi sebenarnya mereka ngga dirugikan.”
Meski hal itu tidak dinilai sebagai hambatan, namun status pegawai BUMN ini mestinya juga menjadi perhatian. Sebagai contoh, bagaimana status imbalan prestasi kerja (IPK) pegawai BUMN ketika ditempatkan di badan hukum baru pasca dilakukan merger? Salah satu jalan keluarnya, kata Gunawan, dengan melakukan kajian dari segi hukum mengenai kondisi yang dicontohkan.
Namun, disisi lain, beberapa ahli termasuk pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy menyebutkan bahwa, “Pembuatan holding acap kali tidak memberikan gambaran asas-asas umum pemerintahan yang baik. Maka timbullah isu kerugian BUMN, isu korupsi, dan sesungguhnya justru menggambarkan kita masih belum punya strategi yang jelas mau mengelola BUMN ke arah mana.”
Selain itu, menurut ekonom dan pendiri Institute for Development of Economics & Finance, Faisal Basri, ada “banyak persoalan mendasar yang belum ditangani oleh Kementerian BUMN. Pembentukan induk BUMN jangan terkesan sebatas aksi korporasi untuk penambahan modal BUMN induk dan peningkatan kapasitas perdanaan atau peluang untuk berutang lebih banyak.” Faisal pun memberi contoh holding BUMN Semen, yang kinerja keuangan perusahaannya ia anggap justru lebih buruk daripada sebelumnya. “Ada ekspansi usaha ke luar negeri, namun di dalam negeri tidak begitu terjamin,” ucapnya yang dilansir oleh artikel Tirto.ID. Maka dari itu, Faisal mengatakan BUMN yang merugi atau tidak efisien seharusnya disehatkan terlebih dahulu, dan yang sudah sehat seharusnya tidak digabungkan dengan yang masih kurang. Mantan Menko Kemaritiman, Rizal Ramli, senada dengan Faisal dan mengatakan bahwa pembentukan BUMN “jika tidak terjadi efisiensi dan peningkatan pendapatan perusahaan-perusahaan milik negara, pembentukan Holding BUMN tidak bermanfaat.” Ia berpendapat keberadaan holding ini justru dapat memperumit rantai birokrasi, memperlambat pengambilan keputusan, dan bisa berujung jadi pemborosan, tulis Tirto.
Maka dari itu, ada lebih dari satu sisi yang patut dipertimbangkan dalam pembentukan holding BUMN. Terlebih lagi, status hukum serta regulasi bagi super holding dan holding, perusahaan-perusahaan BUMN di dalamnya, dan para pekerja harus diperjelas.
Penulis: Andrieta R.A. dan Jocelyn
Comments