Latar Belakang
Sejumlah Pakar dari Perserikatan Bangsa Bangsa dalam bidang Hak Asasi Manusia memberikan sebuah sorotan terhadap keadaan di Pulau Mandalika. Saat ini, Pulau Mandalika dijadikan sebagai salah satu proyek pemerintah di Indonesia yang lahannya akan digunakan sebagai lokasi pembangunan Sirkuit Balap Motor Grand Prix, Perhotelan, resort resort mewah beserta dengan fasilitas lainnya di Kabupaten Lombok Tengah, Pulau Nusa Tenggara Barat. Para Pakar dari Perserikatan Bangsa Bangsa ini beranggapan bahwa mega-proyek ini telah menggusur penduduk lokal setempat dengan menghancurkan rumah serta bangunan bangunan di sekitar sehingga pemerintah setempat diamanatkan dapat menghormati hak asasi manusia serta hukum yang berlaku di wilayah setempat. Mega proyek ini merupakan strategi “10 Bali Baru” yang diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia dalam meningkatkan pendapatan di sektor pariwisata pada tahun 2016 lalu. Kuasa hukum warga, Miftahurrahman, mengatakan bahwa masyarakat sama sekali tidak menghalangi pembangunan, tetapi masyarakat hanya mempertahankan lahan yang memang belum dibayar perusahaan sampai dibayar.
Pendapat Pakar HAM PBB Terhadap Pelanggaran HAM
Menurut Olivier De Schutter sebagai pelapor khusus Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Kemiskinan Ekstrem dan Hak Asasi Manusia, dalam proses pembangunan yang memiliki luas 2 Hektar tentu penduduk setempat dapat menjadi sasaran ancaman serta intimidasi terutama pengusiran secara paksa dari tanah yang mereka tempati tanpa adanya kompensasi. De Shutter juga menambahkan bahwa “Sekarang sudah bukan waktunya untuk melakukan proyek infrastruktur pariwisata transnasional besar-besaran yang hanya menguntungkan segelintir pelaku ekonomi, bukan penduduk secara keseluruhan.” Pembangunan senilai $3M ini memicu adanya perbuatan yang melanggar Hak Asasi Manusia seperti perampasan tanah secara agresif, penggusuran masyarakat adat Sasak, serta pengusisan nelayan dan petani di wilayah setempat. Pernyataan ini termuat dalam keterangan yang dibuatnya secara tertulis oleh United Nation Office of The High Commissioner of Human Rights (OHCHR) pada tanggal 31 Maret 2021.
Para pakar PBB ini juga mengklaim adanya ancaman terhadap Hak Asasi Manusia dari sumber yang terpercaya bahwa terjadinya pengusiran masyarakat yang dijadikan sebagai sasaran intimidasi dan penggusuran secara paksa. Indonesia Tourism Development Corporation diduga tidak melakukan itikad baik untuk memberikan kompensasi maupun penyelesaian sengketa lahan.
Tanggapan Investor dan Pemerintah sebagai Pendukung Proyek Mandalika
Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) menilai bahwa adanya kesalahan dalam tudingan yang diberikan oleh pakar PBB di bidang Hak Asasi Manusia tersebut. PTRI menganggap bahwa narasi pelanggaran HAM tersebut berlebihan. "Sayangnya, rilis berita tersebut salah mengartikan kasus sengketa hukum yang terkait dengan penjualan tanah, memasukkannya ke dalam narasi palsu dan hiperbolik dengan menempatkan "... komitmen terpuji Indonesia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan kewajiban hak asasi manusia yang mendasarinya untuk diuji"" ungkapnya. PTRI juga menjelaskan bahwa pada tingkat nasional, Indonesia sudah mengarusutamakan Sustainable Development Goals (SDGs) di dalam melaksanakan kebijakan perencanaan pembangunan nasional ini. Pada saat yang sama, Indonesia juga sudah melaksanakan dua tinjauan nasional sukarela atas pelaksanaan SDGs, dan saat ini sedang mempersiapkan tinjauan nasional sukarela ketiga yang direncanakan akan terlaksana pada akhir tahun ini. PTRI mengatakan komitmen yang kuat ini sekali lagi membuktikan bahwa Indonesia tidak memiliki sebuah motivasi untuk memperlambat lintasan nasional tercapainya SDGs. Sehingga, tudingan tersebut dianggap muncul karena tidak ada dialog.
Keterangan yang diberikan oleh Perserikatan Banga Bangsa ini menuai beberapa tanggapan dari sejumlah pihak baik dari bisnis yang mendanai pembangunan dalam proyek Mandalika hingga dari pemerintahan. Sejumlah pihak Bisnis dan Bank Investasi Infrastruktur Asia (the Asian Infrastructure Investment Bank/ AIIB) dari Reuters, yang telah mendanai proyek Mandalika ini yang masih dalam proses pembangunan ini perlu adanya uji kelayakan dalam pengindentifikasian, pencegahan, pemitigasian, dan pertanggungjawaban dalam mengatasi dampak buruk Hak Asasi Manusia. Lembaga AIIB ini telah melakukan konsultasi secara independen yang melibatkan pemerintah Indonesia, investor dan juga masyarakat setempat. AIIB juga menjelaskan bahwa secara operasi pembangunan ini telah mematuhi pedoman dari lingkungan dan sosial setempat, begitu juga dengan tanggapan yang “cepat” dalam menghadapi keluhan mengenai pembangunan proyek tersebut.
Miranti Rendranti selaku Vice President Corporate Secretary ITDC menyampaikan bawah ITDC dapat memberikan sebuah kepastian bahwa pengembangan The Mandalika yang sedang dalam proses pembangunan ini sudah sesuai koridor hukum dan perundang-undangan yang berlaku serta menjunjung tinggi nilai pelestarian lingkungan maupun hak asasi manusia, langkah-langkah penyelesaian pembebasan lahan enclave The Mandalika yang kami jalankan sudah sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku, serta sejalan dengan UU No. 2 Tahun 2012, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Lahan enclave merupakan lahan yang berada di dalam deliniasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, yang belum pernah dibebaskan oleh ITDC atau LTDC sebelumnya. Saat ini, total lahan enclave seluas ± 9,51 ha (31 bidang) yang sedang berada dalam proses pembebasan. Miranti juga meyakini bahwa proyek The Mandalika akan membawa manfaat positif yang besar bagi pariwisata dan kesejahteraan masyarakat NTB khususnya Lombok Tengah dalam jangka panjang.
Pembangunan proyek Mandalika ini ditargetkan akan selesai pada pertengahan tahun 2021, namun hingga saat ini proses dalam pembebasan lahan dan terpenuhinya hak warga lokal masih menjadikan lahan ini sebagai sengketa. Pemerintah Indonesia menolak atas klaim yang diberikan oleh pakar Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa yang telah menyebutkan bahwa adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia di balik proyek pembangunan Mandalika. Pemerintah Republik Indonesia menolak pers yang dirilis oleh beberapa Pemegang Mandat Prosedur Khusus, yang berjudul "Indonesia: Pakar PBB menandai keprihatinan atas proyek pariwisata senilai US$3 miliar" pada 31 Maret 2021," kata Perutusan Tetap RI (PTRI) untuk PBB. Pemerintah Indonesia menjelaskan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh pakar Perserikatan Bangsa Bangsa di dalam bidang Hak Asasi Manusia tersebut telah salah dalam mengartikan kasus sengketa hukum yang terkait dengan penjualan tanah dan memasukkannya ke dalam sebuah narasi palsu dan hiperbolik. Pihak Pemerintahan dan Pihak Kepolisian juga telah memberikan sebuah pernyataan bahwa sengketa lahan dengan masyarakat di areal Sirkuit sudah diselesaikan dan berada pada tahap terakhir yaitu penungguan tahap pembayaran yang akan dilakukan oleh Indonesia Tourism Development Corporation.
Comments