top of page

"Klik, Serang, Laporkan: Perlindungan Hukum bagi Korban Cyberbullying di Era Digital"

  • Writer: Panah Kirana
    Panah Kirana
  • Mar 17
  • 4 min read


Pada era digital yang semakin berkembang, penggunaan internet dan media sosial di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa. Kemudian, berdasarkan survei dari We Are Social, pada tahun 2024 terdapat sekitar 139 juta pengguna media sosial di Indonesia dengan persentase sekitar 49,9 persen dari total populasi. Dengan banyaknya jumlah pengguna internet dan media sosial tersebut, tentunya membawa berbagai dampak positif, seperti kemudahan dalam memperoleh informasi, komunikasi, serta berbagai inovasi dalam berbagai sektor kehidupan. Namun, di sisi lain, perkembangan teknologi digital juga dapat memberikan dampak negatif, salah satunya adalah cyberbullying atau perundungan daring.

Cyberbullying merupakan bentuk perundungan yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital, seperti media sosial, platform chatting, dan lainnya. Berdasarkan website hukumonline, cyberbullying adalah intimidasi yang disengaja dan dilakukan secara berulang menggunakan teknologi komunikasi untuk merugikan orang lain melalui ancaman, intimidasi, penghinaan, atau tindakan yang menimbulkan permusuhan. Menurut United Nations International Children Educational Fund (UNICEF), sebanyak 45 persen remaja Indonesia usia 14-24 tahun pernah mengalami cyberbullying. Bentuk cyberbullying yang dialami pun beragam, di antaranya 45 persen mengalami pelecehan melalui aplikasi chatting, 41 persen menjadi korban penyebaran foto atau video tanpa izin, dan sisa 14 persen mengalami bentuk cyberbullying lainnya.

Fenomena cyberbullying memiliki pengaruh yang signifikan terhadap korbannya, yang mana dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental, emosional, dan sosial korban. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain kecemasan, depresi, penurunan rasa percaya diri, hingga gangguan psikologis yang serius. Korban cyberbullying juga dapat mengalami kesulitan dalam bersosialisasi, penurunan prestasi akademik, bahkan dalam beberapa kasus ekstrem, dapat mendorong korban untuk melakukan tindakan berbahaya seperti melukai diri sendiri atau bunuh diri. Menurut Psikolog Trisa Genia C. Zega, M.Psi, 40 persen anak Indonesia meninggal bunuh diri karena bullying yang dialami. Oleh karena itu, diperlukan kerangka hukum yang dapat melindungi masyarakat dari cyberbullying.

Di Indonesia, ketentuan cyberbullying dapat dilihat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 27A UU ITE menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud agar hal tersebut diketahui umum melalui Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik dapat dikenakan sanksi. Pelanggaran terhadap Pasal 27A ini dapat dikenai pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4). Selain itu, terdapat pula Pasal 45B yang menyatakan, “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/ atau menakut-nakuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”. Adapun yang dimaksud dengan "ancaman kekerasan" adalah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi muatan yang ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya kekerasan, sebagaimana yang termaktub dalam Angka 9 Pasal 27 B Ayat (l). 

Selain UU ITE, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga mengatur mengenai perundungan, contohnya pada pasal 315 KUHP yang berbunyi, “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.” Pasal-pasal pada UU ITE dan KUHP tersebut merupakan bagian dari upaya untuk melindungi kehormatan dan nama baik korban dalam lingkup digital, serta memberikan sanksi bagi pelaku cyberbullying

Dalam meregulasi aturan terkait cyberbullying,  tentunya terdapat berbagai tantangan yang dihadapi. Salah satu tantangan utamanya adalah anonimitas di dunia maya yang memungkinkan pelaku untuk menyembunyikan identitas mereka dengan menggunakan akun palsu atau teknologi enkripsi. Hal ini membuat proses identifikasi dan penegakan hukum menjadi sangat sulit. Salah satu contoh yang mengilustrasikan tantangan ini adalah perundungan terhadap selebriti di media sosial. Contoh ini menunjukkan bahwa selebriti sering menjadi target komentar negatif, penghinaan, dan pelecehan di media sosial seperti Instagram, yang sering kali dilakukan oleh akun anonim. Meskipun UU ITE di Indonesia telah mengatur penghinaan dan pencemaran nama baik, namun penerapannya tidak selalu efektif karena sulitnya melacak pelaku yang menggunakan identitas palsu atau akun anonim. Selain itu, rendahnya literasi digital masyarakat membuat banyak korban tidak melaporkan kasus ini atau memilih untuk mengabaikannya. 

Dalam mengatasi tantangan tersebut, pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya seperti penegakan hukum melalui peraturan UU ITE dan KUHP, serta upaya lainnya untuk menangani permasalahan cyberbullying ini. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang sebelumnya  Kementerian Komunikasi dan Digital (Kominfo) Republik Indonesia juga turut berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan cyberbullying ini. Salah satu upaya yang pernah dilakukan oleh Komdigi adalah menggelar acara literasi digital mengenai cyberbullying, dan bagaimana cara mengatasinya. 

Pada intinya, di era digital ini, kemajuan teknologi dapat membawa manfaat sekaligus kerugian jika tidak dimanfaatkan dengan bijak. Salah satu dampak negatif dari penggunaan teknologi yang tidak bertanggung jawab adalah cyberbullying. Meskipun regulasi dalam UU ITE dan KUHP telah mengatur aspek hukumnya, namun implementasi dan penegakan masih memiliki banyak kendala. Oleh karena itu, diperlukan juga langkah preventif seperti literasi digital dan pengawasan platform media sosial untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan teknologi seperti cyberbullying.


 
 
 

Comments


Post: Blog2 Post
bottom of page