top of page
Aurelia Gisa dan Sherryl Aurellia

KPK dalam Krisis: 93 Pegawai Terlibat Skandal Pungli


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meningkatkan penanganan kasus korupsi pemerasan (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) cabang KPK dari tahap penyidikan ke tahap penyidikan. Pungli atau pungutan liar merupakan tindakan meminta sesuatu berupa uang dan lain sebagainya kepada seseorang, lembaga ataupun perusahaan tanpa menuruti peraturan yang lazim. Sedikitnya 93 pegawai diduga terlibat kasus pemerasan di Rutan KPK. Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Syamsuddin Haris, menyatakan bahwa dengan melakukan pungutan kepada tahanan, pihak yang bersangkutan dapat memperoleh layanan tambahan, seperti handphone untuk keperluan komunikasi. Selain itu, pungutan juga bisa berupa fasilitas pengisian daya handphone dan manfaat lainnya. Pernyataan ini disampaikan di gedung Dewas KPK, Jakarta, pada Rabu (17/1/2024).


Pada Kamis (25/1/2024), kasus pungli Rutan sudah disepakati untuk naik ke tahap penyidikan dan diekspos. Meskipun hingga saat ini KPK belum merinci secara lengkap mengenai nama dan jumlah tersangka yang terlibat dalam kasus pemerasan di Rutan cabangnya, proses penegakan hukum di lembaga tersebut tetap berjalan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Proses penyidikan dimulai setelah penyidik memperoleh dua alat bukti yang menguatkan dugaan pidana. Saat ini, fokus juga diberikan pada persidangan mengenai kode etik dan pedoman perilaku yang tengah berlangsung di Dewas KPK. Proses sidang etika telah berjalan sesuai prosedur, dan praktik pemerasan ini telah diketahui sejak tahun 2018 pada periode kepemimpinan sebelumnya. Meskipun pada saat itu kasus ini hanya dianggap sebagai kejadian terisolasi yang direspons dengan pemecatan, ternyata kasus serupa masih terjadi secara lebih masif. 


KPK tidak hanya akan mengatasi sisi pidana, tetapi juga akan menangani aspek etika dan disiplin pegawai yang terlibat. KPK berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara internal, mulai dari proses etik hingga tindakan disiplin pegawai. Dalam upaya menunjukkan ketegasan dalam penanganan kasus ini, KPK akan bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk memperbaiki tata kelola di Rutan KPK. Hal ini sejalan dengan komitmen KPK untuk menerapkan prinsip zero tolerance terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di lembaga tersebut. 


Albertina Ho, anggota Dewas KPK, mengungkapkan praktik pungli di Rutan KPK yang melibatkan penyelundupan handphone ke tahanan. Keuntungan yang diperoleh pelaku diperkirakan mencapai Rp 10-20 juta, dengan pegawai Rutan KPK juga menyediakan jasa pengisian daya handphone seharga Rp 200-300 ribu sekali isi daya. Identitas komando praktik pungli ini belum diungkapkan. Sebelumnya, Albertina mengungkapkan perkiraan nilai pungutan liar di Rutan KPK mencapai Rp 6.148 miliar, yang diduga akumulasi dari berbagai praktik pungli oleh 93 pegawai KPK. Penerimaan bervariasi, dengan nominal terbesar mencapai Rp 504 juta dan terendah sekitar Rp 1 juta. Sidang etik akan dijalani oleh 93 pegawai, termasuk Kepala Rutan KPK, Ahmad Fauzi. Albertina menegaskan keterlibatan Ahmad Fauzi dalam sidang etik berkaitan dengan aspek etika dan tanggung jawabnya sebagai pimpinan Rutan.


Dalam kasus Rutan KPK, penyelundupan handphone dan jasa pengisian daya menjadi sumber pendapatan yang menarik bagi para pelaku pungli. Adanya keuntungan material yang besar seringkali menjadi motivasi utama pelaku untuk terlibat dalam praktek pungli semacam ini. Hukum melakukan pungli di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTKP). Menurut Pasal 12 ayat 1 UU PTKP, setiap pegawai negeri atau pihak swasta yang melakukan pungutan liar, dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Selain itu, hukum melakukan pungli juga terdapat dalam Pasal 13 UU PTKP yang menyatakan bahwa setiap orang yang memberikan, atau menjanjikan uang atau barang kepada pihak yang melakukan pungutan liar, juga dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 5 tahun, dan denda paling banyak Rp 250 juta.


Pungli diduga terkait dengan permintaan dari keluarga tahanan untuk menyelundupkan uang, alat komunikasi, dan makanan kepada tersangka yang sedang ditahan. Selain itu, praktik pungli juga dikaitkan dengan upaya menyuap agar para tahanan tidak dikenakan tugas piket membersihkan kamar mandi. Ghufron, sebagai wakil ketua KPK, menyoroti kesulitan yang dihadapi dalam proses penyelidikan, terutama karena beberapa orang yang diduga terlibat dalam praktik pungli tersebut sudah tidak bekerja di KPK. Menurut Ghufron, lambannya proses penyelidikan disebabkan oleh tekad untuk mengusut perkara suap dengan lengkap dan adil, sejalan dengan peran masing-masing tersangka. Hal ini menunjukkan bahwa KPK mengutamakan integritas dan keadilan dalam penanganan kasus korupsi, meskipun dihadapkan pada kendala investigatif.


Berdasarkan data Ombudsman Republik Indonesia, terjadi peningkatan jumlah laporan pungutan liar (pungli) setiap tahunnya. Pada tahun 2016, tercatat 972 laporan dari 9.077 laporan yang masuk, sedangkan pada tahun 2017, angka tersebut mencapai 617 laporan dari 8.264 laporan. Lonjakan signifikan terjadi pada tahun 2019 dengan 37.363 laporan pungli yang diterima oleh Satgas Saber Pungli. Meskipun pada tahun 2020 jumlahnya turun menjadi 947 kasus, fenomena ini menunjukkan permasalahan yang perlu mendapat perhatian. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya pungli mencakup penyalahgunaan wewenang oleh pegawai negeri atau pejabat negara, di mana mereka memanfaatkan posisi untuk meminta imbalan yang tidak seharusnya, serta faktor ekonomi, di mana penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup mendorong mencari penghasilan tambahan.


Dari tahun ke tahun kasus pungli ini terjadi di KPK, nominal dari pungli pun kian meningkat. Pada tahun 2021-2022 nominalnya sebesar 4 miliar dan pada tahun 2023-2024 ini nominalnya lebih dari 6 miliar. Menurut Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM), Zaenur Rohman, banyaknya pungli di rutan KPK disebabkan oleh tidak adanya keteladanan dari pimpinan. Pimpinan KPK telah menerjang nilai integritas yang selama ini dijunjung tinggi sehingga bawahannya berlaku lebih beringas. Secara lebih umum, beberapa penyebab adanya pungli adalah penyalahgunaan wewenang, pelaku pungli sering kali memanfaatkan kekuasaan atau posisi sebagai pejabat negara untuk memeras pihak lain seringkali menggiurkan. 


Pungli yang melibatkan 93 pegawai di Rutan cabang KPK telah menjadi sorotan serius dan menimbulkan kekhawatiran yang mendalam terkait dengan etika perilaku pegawai KPK dan potensi korupsi di lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas korupsi. Kasus ini membawa dampak serius terhadap reputasi KPK sebagai lembaga yang bersih dan adil dalam menegakkan hukum. KPK harus segera menindaklanjuti kasus ini dengan tegas dan transparan. Pegawai yang terbukti bersalah harus dipecat dan dijerat dengan hukum yang berlaku. 


KPK juga harus melakukan reformasi internal untuk memperbaiki sistem pengawasan dan pengendalian di Rutan KPK, serta meningkatkan kualitas SDM dan integritas pegawainya. Skandal pemerasan di Rutan KPK adalah ironi yang menyedihkan bagi lembaga antikorupsi. KPK harus segera bangkit dari keterpurukan ini dan kembali menjadi lembaga yang profesional, independen, dan berintegritas. KPK harus membuktikan bahwa ia masih layak menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

9 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Post: Blog2 Post
bottom of page