Maraknya Pelecehan Seksual
Isu pelecehan seksual menjadi trending publik pasca dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu oknum dosen UNRI (Universitas Riau) kepada mahasiswi yang sedang melakukan bimbingan skripsi. Pasalnya, kasus ini dilakukan oleh seorang dosen yang seharusnya terdidik apalagi untuk norma kesusilaan. Tidak sedikit pihak yang mengecam kasus ini mulai dari organisasi mahasiswa internal kampus (BEM UNRI) hingga mendapat perhatian dari Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim.
Maraknya kasus pelecehan seksual di bidang pendidikan menjadi perhatian khusus pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Permendikbud Ristek saat ini. Menurut laporan Komnas HAM, pada periode 2015 hingga Agustus 2020 ada 51 kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lembaga pendidikan. Tercatat sebanyak 27% kasus pelecehan terjadi di lingkungan perguruan tinggi (Kampus) dan sisanya terjadi pada lingkungan pendidikan sekolah. Namun, data tersebut diperkirakan berbeda dengan kenyataan di lapangan. Diperkirakan ada banyak kasus pelecehan yang tidak terlapor karena tentunya tidak semua korban bersedia untuk melaporkan peristiwa ini ke pihak yang berwajib. Dapat disimpulkan berdasarkan pada data tersebut bahwa kasus pelecehan seksual terutama di lingkungan pendidikan masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sehingga seharusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah.
Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021
Pengesahan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi menjadi komitmen yang telah ditepati oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim melihat maraknya kekerasan seksual yang terjadi saat ini. Pembentukan peraturan ini sudah pernah disampaikan pada bulan Februari dan April 2021 lalu. Pada kunjungannya ke Kampus Universitas Sumatera Utara (USU), terdapat pidato yang disampaikan terkait tanggapannya terhadap maraknya kekerasan seksual di lingkungan kuliah. “Kami akan mulai tahun ini hingga tahun depan mulai menegaskan isu tiga dosa, dan kita akan mulai dengan tema kekerasan seksual, ini akan menjadi salah satu perjuangan kita untuk memastikan mahasiswa dan dosen merasa aman dan bebas dari kekerasan seksual.” Sehingga dapat dikatakan bahwa peraturan Permendikbud Ristek Nomor 20 Tahun 2021 ini dijadikan sebagai pedoman untuk membentuk satuan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di dalam perkuliahan.
Tentunya, produk hukum ini menjadi salah satu senjata yang diharapkan dapat mengatasi para predator seksual di lingkungan perkuliahan. Terlihat di dalam Pasal 5 yang membahas mengenai cakupan Kekerasan Seksual, yakni tindakan yang dilakukan secara verbal, fisik, non-fisik ataupun melalui teknologi informasi dan komunikasi. Beserta dengan kewajiban yang ditegaskan kepada seluruh Perguruan Tinggi untuk memiliki Satuan Tugas (Satgas) untuk mewadahi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perkuliahan sebagaimana telah di atur di dalam Pasal 6. Disamping itu, pada pasal 10 diatur mengenai kewajiban pada Perguruan Tinggi untuk melakukan pendampingan, perlindungan, pemberlakuan sanksi serta pemulihan terhadap korban dari kekerasan seksual. Tidak hanya mengenai pengaturan serta kewajiban yang perlu diwadahi oleh Perkuliahan namun juga pengaturan mengenai sanksi secara administratif mulai dari sanksi ringan, sedang, hingga berat yang telah dicantumkan pada Pasal 13-19. Sanksi administratif berat dapat memberikan efek jera berupa pengeluaran mahasiswa atau pemberhentiannya tenaga pendidik dari jabatannya di kampus.
Implementasi Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021
Implementasi pengaturan yang telah dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tentunya tidak semata-mata dapat memberikan efektivitas secara langsung. Dalam unggahan video yang dibuat dalam Akun Youtube resmi Kemendikbud RI, dijelaskan bahwa tentunya butuh dukungan dalam melakukan pengawasan serta evaluasi terhadap penyelesaian kasus kekerasan seksual yang terjadi saat ini. Disamping itu, pengaturan yang ada ini menjadi bentuk harapan Kemendikbud dalam menjadikan kehidupan kampus yang sejatinya merdeka dari adanya kekerasan seksual. Untuk menangani dan mencegah maraknya kasus kekerasan seksual di perkuliahan, penanganan harus dilaksanakan dengan konsisten dan akuntabel, yang dimana mahasiswa dalam pemenuhan hak pendidikan perlu untuk diutamakan kepentingannya agar terhindar dari kasus kekerasan seksual.
Terdapat cara pemantauan yang dilakukan oleh Permendikbud dalam pencegahan kekerasan seksual setiap perguruan tinggi di Indonesia. Pemantauan ini dimulai dari setiap Pemimpin Perguruan Tinggi yang wajib untuk melakukan evaluasi terhadap pencegahan kekerasan seksual yang telah dilaksanakan oleh Satgas Non-Ad Hoc yang akan dilanjutkan kepada Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) yang kemudian akan dilanjutkan kepada Mendikbud Ristek. Laporan tersebut wajib mencantumkan 5 hal yakni: penyelenggaran yang meliputi aspek pembelajaran, tata kelola, dan penguatan budaya komunitas kampus; hasil survei tingkat keamanan kampus oleh Satgas Non-Ad Hoc setiap 6 bulan sekali; jumlah laporan yang telah diterima; proses penanganan laporan; dan tindakan pencegahan keberulangan yang sudah atau belum dilakukan oleh kampus. Tentunya yang menjadi pertanyaan kembali adalah pihak pada tiap perguruan tinggi yang harus memiliki komitmen dalam memberikan keadilan serta keamanan kepada seluruh mahasiswa terhadap hak pendidikannya dan terhindarkan dari kekerasan seksual di dunia perkuliahan.
Tanggapan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021
Pemberlakuan mengenai pengaturan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 ini tentu menuai pro dan kontra. Banyaknya anggapan negatif terkait dengan pengesahan peraturan ini, namun disamping itu tetap ada dukungan positif yang diharapkan terjaganya hak warga negara atas pendidikan. Sehingga adanya pengaturan ini menjadi bentuk perhatian pemerintahan terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi. Disamping itu, dengan adanya pengaturan memberikan pandangan bahwa telah ada dukungan secara yuridis terhadap pihak perguruan tinggi untuk dapat melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan hukum yang telah ada untuk dapat menindak pelaku kekerasan seksual. Tuaian negatif terkait substansi hukum terkait pemberlakuan permendikbud ini sebaiknya perlu menimbangkan juga bagaimana keberlakuan mengenai kepastian hukum serta produk hukum positif yang sudah diatur saat ini. Mengingat juga bahwa produk hukum saat ini belum sepenuhnya dapat dijadikan sebagai wadah yang dapat memberikan kepastian terkait dengan kekerasan seksual terutama di dunia perkuliahan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pertimbangan lebih lanjut mengenai tuaian negatif yang ada yang disesuaikan dengan keadaan hukum di Indonesia saat ini terutama mengenai pencegahan kekerasan seksual di perkuliahan.
Keseriusan pemerintah dalam menanggulangi peristiwa pelecehan seksual di Indonesia dapat ditunjukan melalui pengaturan permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Terlepas dari kontroversi dan stigma negatif masyarakat yang muncul saat ini, undang-undang tersebut adalah suatu gagasan atau upaya pemerintah untuk bisa menanggulangi peristiwa pelecehan seksual terutama di lingkungan pendidikan. Salah satu hal penting dalam suatu sistem pendidikan sebuah negara agar bisa maju adalah siswa merasa terjamin keamananya sehingga bisa merasa nyaman untuk mengikuti proses belajar-mengajar. Dengan dibuatnya pengaturan ini sangat diharapkan akan mengurangi peristiwa pelecehan seksual dan membantu mendorong pendidikan Indonesia kearah yang lebih baik. Tentunya, besar harapan baik instansi terkait dan masyarakat bahwa dari pengesahan pengaturan ini dapat sepenuhnya memberikan kemerdekaan bagi kampus merdeka terhadap hak pendidikannya dari kekerasan seksual di dunia perkuliahan. Dengan demikian, semoga pengaturan baru terkait pencegahan kekerasan seksual dapat menghindari maraknya kasus kekerasan seksual di dunia perkuliahan serta memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban dan juga pelaku tindakan tersebut.
Comentários