Kemacetan adalah keadaan ketika lalu lintas tersendat atau terhenti yang disebabkan oleh jumlah kendaraan yang berlebih. Di Indonesia, kemacetan merupakan hal yang sering kita jumpai khususnya di kota-kota besar seperti DKI Jakarta. Menurut TomTom Traffic Index (sebuah situs yang menyoroti tingkat kemacetan pada 403 kota dan 56 negara), kemacetan di Jakarta pada tahun 2018 berada di peringkat nomor 7 dari 403 kota di dunia. Hal ini tentu menjadi suatu persoalan bagi kenyamanan lalu lintas masyarakat di Indonesia. Menanggapi hal ini, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menargetkan untuk memulai sistem jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) yang akan diterapkan mulai tahun 2020.
ERP merupakan sistem yang menerapkan pungutan atas biaya kemacetan (congestion pricing). Sistem ini pernah diujicobakan pada tahun 2015. Akan tetapi hingga kini, sistem tersebut belum benar-benar diberlakukan. ERP rencananya akan dioperasikan di Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang serta di perbatasan Jabodetabek. Dengan adanya sistem ini, pengguna kendaraan pribadi akan dikenakan biaya jika mereka melewati suatu area tertentu dan membayar secara elektronik.
Negara-negara seperti Hong Kong, Singapura, dan Inggris telah memberlakukan sistem ERP. ERP pertama kali diberlakukan oleh Singapura guna mengatasi masalah kemacetan. Sistem biaya ERP di Singapura dikenakan lebih tinggi saat jam-jam macet. Sementara, saat jalan tidak macet, dikenakan biaya yang lebih rendah hingga tanpa biaya. ERP di Singapura berhasil menurunkan kemacetan di kota inti sebanyak 24 persen dan rata-rata kecepatan kendaraan berkisar antara 30-35 KPH hingga 40-45 KPH.
Pemprov DKI Jakarta masih membahas penggunaan teknologi yang paling tepat untuk ERP bersama Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika agar ERP di Jakarta menggunakan teknologi terbaru. Terdapat beberapa pilihan teknologi yang dapat diterapkan dalam sistem ERP di Jakarta yang meliputi:
ERP berbasis komunikasi jarak pendek (Dedicated Short Range Communication/DSRC)
Teknologi ini menggunakan metode pengurangan saldo di jalur masuk pada jalan yang diterapkan sistem ERP. Pengurangan saldo dilakukan melalui on-board unit yang terpasang di kendaraan. Teknologi ini membutuhkan pemasangan gerbang khusus sebagai pengenal kendaraan yang masuk ke jalur dengan sistem ERP.
2. Automatic Number Plate Recognition (ANPR)
Teknologi ini menggunakan metode pengenalan nomor pelat mobil dari kamera yang dipasang di titik-titik tertentu dan tidak diperlukan pemasangan on-board unit pada kendaraan. Pembayaran dilakukan melalui central account yang terkoneksi dengan data nomor kendaraan, sehingga diperlukan pusat data nomor kendaraan yang akurat serta terkoneksi dengan akun perbankan pemilik kendaraan.
3. Global Positioning System (GPS)
Penerapan teknologi ini membutuhkan bantuan satelit untuk mengetahui keberadaan kendaraan yang berada di jalur-jalur yang diterapkan sistem ERP. Dengan teknologi ini, pemasangan gerbang pendeteksi on-board unit tidak diperlukan. Sebab, mobil yang memasang on-board unit dapat terdeteksi secara otomatis dari satelit saat memasuki jalan-jalan yang menerapkan ERP.
Pasalnya, pendapatan dari ERP akan digunakan untuk menunjang supply side management seperti pembangunan infrastruktur transportasi jalan termasuk pembangunan jalan dan alokasi dana untuk transportasi publik. Penerimaan dari ERP akan dimasukkan ke dalam kategori Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
ERP memberikan beberapa manfaat seperti meningkatkan penggunaan kendaraan umum, penurunan kemacetan, Penurunan CO2 dan emisi gas, dan pendapatan dari ERP dapat digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki kualitas angkutan umum, keamanan jalan, dan pengembangan lainnya, sehingga meningkatkan pelayanan masyarakat.
Diharapkan dengan adanya pemberlakuan ERP oleh BPTJ dan pemerintah, Jakarta dan sekitarnya dapat memasuki babak baru dalam menanggulangi permasalahan kemacetan serta menurunkan posisi kemacetan Jakarta di dunia.
Commentaires