Omnibus Law atau Omnibus Bill merupakan suatu konsep hukum perundangan-undangan dalam membuat regulasi, yaitu dengan membentuk suatu Undang-Undang atau merevisi Undang-Undang atau bahkan mencabut Undang-Undang. Istilah Omnibus berasal dari Bahasa Latin Omnis yang berarti semua. Dengan kata lain, Omnibus Law mencakup sejumlah aturan dengan materi muatan yang berbeda-beda.
Pemerintah Indonesia dengan Dewan Perwakilan Rakyat kini sedang melakukan pembahasan mengenai konsep Omnibus Law dengan tujuan untuk menyederhanakan dan memperbaiki regulasi, sehingga UU dapat lebih tepat sasaran. Di Indonesia, Undang-Undang dengan konsep ini baru pertama kali dilakukan. Umumnya, konsep omnibus law diterapkan di negara yang menganut sistem Common Law. Omnibus Law sudah dipraktikkan di beberapa negara seperti Kanada, Irlandia, dan Amerika Serikat.
Rencananya terdapat beberapa Rancangan Undang-Undang dengan konsep Omnibus Law yang akan dibahas, yakni RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, RUU Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan RUU tentang Perpindahan Ibukota Negara demi menggenjot pertumbuhan ekonomi.
Penerapan konsep Omnibus Law di Indonesia ini tentunya menimbulkan pro kontra dalam sejumlah kalangan. Sebagian kalangan mendukung adanya omnibus law ini sebagai suatu strategi reformasi regulasi dalam mengatasi regulasi yang dianggap berbelit dan panjang khususnya di sektor investasi dan kemudahan berusaha.
Pada tahun 2017, UMKM menyumbang Rp 8160 triliun dari total keseluruhan PDB Indonesia sebesar Rp 13600 triliun (Ukmindonesia.id, 29 Juli 2019). Oleh karena itu, agar dapat menciptakan UMKM yang mampu bersaing di pasar global, maka regulasi UMKM perlu dilakukan penataan.
Prof. Jimly Asshidique menyarankan pembentukan omnibus law untuk penataan regulasi secara menyeluruh dan mengusulkan RUU Pemindahan Ibukota Negara dijadikan pilot project penerapan omnibus law pertama ketimbang RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan.
Sebagian kalangan yang lain justru tidak sependapat dengan penerapan Omnibus Law ini. Beberapa masyarakat khususnya buruh khawatir RUU Cipta Kerja akan mengancam hak mereka dan lebih menguntungkan pengusaha. Selain itu, dikhawatirkan penerapan Omnibus law ini tidak sejalan dengan sistem hukum Indonesia yang menganut sistem hukum civil law.
Prof. Maria Farida Indrati berpendapat dengan adanya penerapan omnibus law dapat menimbulkan persoalan yang baru dalam sistem penyusunan peraturan perundang-undangan. Ia khawatir konsep ini dapat membuat adanya ketidakpastian hukum karena baginya menyisir puluhan UU yang berbeda materi muatan dan kewenangannya bukanlah hal yang mudah. Ia juga tidak setuju jika berbagai aturan hanya diambil sepotong-sepotong dan tidak menyeluruh.
Dalam pembentukan omnibus law diperlukan kesiapan yang matang dari pemerintah dan DPR sebagai legislator, mengingat konsep ini merupakan hal yang baru di Indonesia. Kementerian yang terkait dengan materi muatan RUU perlu ikut berpartisipasi untuk mempersiapkan omnibus law bagi kelancaran proses pembentukan omnibus law dan meminimalisir perbedaan pendapat internal pemerintah.
Diharapkan juga pembentukan omnibus law dapat melibatkan publik, terutama kalangan organisasi masyarakat sipil dan serikat buruh agar kebijakan yang dihasilkan tidak diskriminatif.
Comments