Peranan dan Kesejahteraan Wanita dalam Masyarakat
Oleh: Selvina S.S.
sumber gambar: google.com
Wanita merupakan ibu, anak, saudari, rekan sejawat, teman, dan penopang ekonomi dunia. Dengan besarnya peranan dan tanggung jawab wanita dalam perkembangan dunia saat ini, jasa tersebut ternyata masih dipandang setengah mata oleh masyarakat dunia. Wanita masih dianggap sebagai masyarakat kelas dua oleh karenanya wanita masih harus bertarung dengan ketidakseimbangan gender hanya karena ia seorang wanita. Isu mengenai kesetaraan gender merupakan agenda yang telah lama diusahakan oleh kaum feminis. Namun, apakah wanita Indonesia telah merasakan dampak perubahan kesetaraan gender yang sedang di usaha tersebut? Dengan cepat dan besarnya perubahan yang dirasakan wanita-wanita belahan dunia Barat, pertanyaan yang muncul apakah wanita bagian Timur dunia telah merasakan kesejahteraan yang sama? Pertanyaan berkenaan dengan isu wanita dan kesejahteraan gender ini dituangkan panelis Debat Calon Presiden kelima pada tanggal 14 April 2019. Dimasukan dalam Amplop B Kesejahteraan, moderator membacakan pertanyaan yang menyerang langsung budaya patriaki Indonesia yang mempengaruhi kurangnya kesejahteraan wanita.
“Partisipasi perempuan di bidang ekonomi sangat besar kontribusinya terhadap kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Index ketimpangan gender global 2017 yang dirilis oleh World Economic Forum atau WFE, menunjukkan tingkat partisipasi kerja perempuan Indonesia sebesar 51% jauh lebih rendah dibandingkan partisipasi kerja laki-laki sebesar 84%, disamping itu diskriminasi dan kekerasan di lingkungan kerja terhadap perempuan masih sering terjadi. Bagaimana strategi dan kebijakan konkrit Bapak untuk menjamin partisipasi perempuan Indonesia dalam kegiatan ekonomi agar perlindungan dari diskriminasi dan tindakan kekerasan di dunia kerja bukan hanya sekedar wacana?”
Giliran pertama dalam menjawab pertanyaan diberikan kepada Pasangan Calon (Paslon) dengan nomor urut 2 – Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Statement pembuka diberikan oleh Prabowo Subianto selaku Calon Presiden (Capres), beliau tidak menyangkal dan mengkonfirmasi peranan wanita besar dalam kehidupan bangsa namun beliau juga mengatakan bahwa peranan wanita saat ini sudah cukup signifikan.
“Saya berpendapat bahwa partisipasi kaum perempuan dalam kehidupan bangsa dan negara kita sangat penting, sangat vital, dan sebetulnya sudah sangat menonjol.”
Capres nomor urut 2 mengatakan bahwa peranan wanita Indonesia yang sesuai dengan Index ketimpangan gender global 2017 yang dirilis oleh World Economic Forum atau WFE dalam tingkat partisipasi kerja perempuan Indonesia lebih rendah sebesar 51% dibanding partisipasi kerja laki adalah sudah sangat menonjol. Peranan wanita yang beliau sampaikan penting dan vital hanya dimaknai sebesar 16% nilai partisipasi dibandingkan partisipasi laki-laki yaitu 84%. Pernyataan capres nomor urut 2, dalam kalimat pertamanya telah kontradiktif antara satu sama lainnya. Disatu sisi capres nomor urut 2 mengatakan bahwa wanita memiliki peranan penting namun disisi lain ia mengatakan bahwa wanita tidak seberapa penting karena beliau telah merasa 16% dari 100% partisipasi kerja wanita itu telah cukup dan menonjol.
Dalam mendukung klaimnya bahwa peranan wanita penting, Capres nomor urut 2 mengeluarkan senjata bahwa Indonesia pernah memiliki presiden wanita. Dalam kalimat ini, Capres nomor urut 2 sedang menyinggung mengenai Presiden kelima Indonesia yaitu Megawati Soekarnoputri. Namun kembali lagi, ucapan tersebut bagaikan senjata makan tuan bagi Capres nomor urut 2 karena dari 7 presiden yang pernah menjabat di Indonesia, hanya ada 1 presiden wanita. Angka perbandingan 1:6 inilah yang menjadi pendukung bagi Capres nomor 1 untuk mengatakan bahwa peranan wanita telah cukup dinilai menonjol ketika wanita diberi sedikit ruang dalam urusan kekuasaan. Memiliki 1 wanita dan 6 presiden laki-laki tidak menunjukan kemenonjolan wanita di Indonesia, hal ini justru menunjukan bahwa masih adanya ketimpangan gender dalam position of power yang ada di Indonesia. Memang benar ada 1 presiden Indonesia wanita namun ada 6 presiden Indonesia yang berjenis kelamin laki-laki, mengapa demikian? Apakah 1:6 dapat dikatakan menonjol? Hal ini justru mengatakan bahwa wanita hanya menempati 1/7 dari tempat yang tersedia. Angka 1 dari 7 ini bukanlah kemenangan besar dan justru seharusnya berbalik menyerang capres nomor 1, yaitu dengan pertanyaan “mengapa hanya ada 1 presiden wanita di Indonesia dari 7 presiden yang ada?” fakta bahwa beliau menyombongkan Indonesia yang memiliki 1 presiden wanita menunjukan bahwa sebegitu langkanya wanita dalam posisi kekuasaan sampai-sampai angkat 1 dari 7 menjadi kebangaan negara. Bila peran wanita memang telah menonjol seperti kara Capres nomor urut 2 maka beliau seharusnya mengatakan bahwa presiden kelima yaitu Megawati dikenal sebagai presiden wanita pertama Indonesia, bukan presiden wanita satu-satunya milik Indonesia namun kenyataannya peran wanita Indonesia belum menonjol dan Presiden Indonesia berjenis kelamin Indonesia hanya ada 1 sampai detik ini.
“Peranan merekanya begitu besar, pasti kebijakan-kebijakan, undang-undang akan bener-bener mencerminkan kepentingan mereka, mau tidak mau karena mereka sangat menentukan kehidupan sosial politik bangsa Indonesia.”
Kembali menekankan pentingnya wanita, Capres nomor urut 2 mengatakan dengan lantang bahwa kebijakan mencerminkan kepentingan wanita dan wanita menentukan kehidupan sosial politik Indonesia. Bila mengkaji banyaknya kasus-kasus penganiayaan, kekerasan terhadap wanita, dan pemerkosaan yang dialami wanita, kalimat yang dilontarkan oleh Capres nomor urut 2 bagaikan tong kosong. Sulit wanita dalam mendapatkan perlindungan hukum dalam kasus kekerasan seksual verbal merupakan salah satu contoh bahwa kebijakan dan UU belum mencerminkan kepentingan wanita. Masih sempitnya definisi pemerkosaan menurut KUHP juga merupakan contoh lain dari kebijakan yang belum memihak pada wanita. Tidak berhenti sampai disitu, kebijakan mengenai penanganan dan pembimbingan kasus-kasus wanita pun belum tercapai maksimal. Masih banyaknya budaya victim blaming yang dirasakan wanita saat mencoba melapor menjadi bahan pertimbangan yang seharusnya dipikirkan oleh capres nomor urut 2.
Menambahkan apa yang telah disampaikan oleh Capres nomor urut 2, pendampingnya yaitu Sandiaga Uno selaku Calon Wakil Presiden (Cawapres) mengalihkan fokus yang digambarkan oleh capres nomor urut 1. Bila capres nomor urut 1 menggambarkan signifikan wanita melalui figur besar seperti presiden, cawapres nya menggambarkan peranan wanita melalui lingkaran yang lebih kecil yaitu ibu-ibu rumah tangga beserta usaha dan ekonomi keluarga. Cawapres nomor urut 2 tidak lagi memfokuskan perhatian kepada position of power yang jarang didapat oleh wanita namun beliau menyebutkan bahwa wanita menjadi penopang dari ekonomi keluarga. Dalam kesempatan inilah cawapres nomor urut 2 mengaitkan wanita, UMKM, dan program kerjanya menjadi 1.
“Kami melihat gerakan OKE OCE, program OKE OCE dominasi emak-emak, perempuan luar biasa”
Kata-kata manis seperti perempuan luar biasa atau perempuan mandiri dilontarkan oleh cawapres nomor urut 2 dalam menyakinkan bahwa wanita itu luar biasa dan mandiri. Beliau menyakini bahwa dengan memberdayakan perempuan melalui program penciptaan lapangan pekerjaan dan gerakan OKE OCE (One Kecamatan One Center for Entrepreneurship) maka ketimpangan gender akan berkurang secara signifikan. Peserta program OKE OCE disebut oleh Cawapres nomor urut 2 didominasi oleh wanita, dan pada tanggal 22 Januari 2018 dalam evaluasi mingguan OKE OCE, cawapres nomor urut 2 yang saat itu menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta mengatakan bahwa telah ada 4.320 pelaku UMKM yang terdaftar dalam tahap pertama OKE OCE. Data terakhir terkait OKE OCE diperoleh melalui website resmi DKI Jakarta yaoti www.jakarta.go.id yang mengatakan sebanyak 17.448 peserta program OK OCE telah memasuki tahap pelatihan (P2). Sedangkan, untuk tahapan pendaftaran atau P1 hingga 22 Maret 2018 sudah mencapai 59.794 orang. Namun dengan fantastisnya angka peserta tersebut tidak berarti tingkat pengangguran di DKI Jakarta berkurang secara drastis. Pada Debat Calon Wakil Presiden tanggal 17 Maret 2019 lalu, Cawapres nomor urut 2 mengatakan bahwa program OKE OCE telah berhasil menurunkan 20.000 pengangguran DKI namun hal tersebut dibantah oleh data yang dikumpulkan oleh BPS DKI. BPS DKI menyebut tingkat pengangguran di ibukota selama 2018 justru meningkat. Berdasarkan data yang dihimpun BPS pada Februari 2018, terdapat 290.120 orang yang menganggur. Angka ini terus naik pada Agustus 2018 menjadi 314.840 orang. Persentase kenaikan menunjukkan sebesar 8,25 persen.
Melihat dari kinerja program OKE OCE yang dapat dibantah oleh data statistik memang wajar diragukan. Namun pernyataan cawapres nomor urut 2 mengenai peningkatan lapangan pekerjaan dapat mengurangi ketimpangan gender memiliki kebenaran di dalamnya. Bila memang program OKE OCE yang dapat memajukan wiraswasta berjenis kelamin wanita di Indonesia maka hal tersebut dapat membantu ketimpangan gender mengenai isu wage gap. Bila wanita hanya dibiasakan untuk bekerja, menurut Indonesia-Investment, wanita kebanyakan jatuh disektor-sektor pekerjaan informal yang lebih rentan terhadap pendapatan yang rendah dan tidak stabil serta sulitnya akses terhadap perlindungan ketenagakerjaan. Menurut International Labour Organization (ILO) yang melakukan penelitian dari program Better Work Indonesia, industri garmen di Indonesia merupakan salah satu sektor industri yang menerapkan wage gap terhadap wanita Indonesia. Menurut ILO, 80% pekerja dari 200 pabrik garmen di Indonesia adalah wanita berusia antara 15-35 tahun yang memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA). Secara general, pekerja wanita informal di Indonesia pada sektor industri garment mendapatkan gaji 20% lebih sedikit dibanding rekan sejawatnya yang laki-laki dengan tingkat pendidikan dan tugas pekerjaan yang sama. Bila wanita Indonesia memang dapat dididik, dilatih, dan didampingi agar dapat berdiri di kakinya sendiri maka wanita Indonesia tidak harus mengalami bencana wage gap seperti wanita-wanita yang bekerja di sektor garmen tersebut.
Menanggapi pertanyaan yang diberikan moderator, kini giliran Paslon nomor urut 1 – Joko Widodo dan Ma’aruf Amin – untuk menjawab isu kesetaraan gender dan masalah kesejahteraan sosial di Indonesia. Giliran menjawab pertama diambil oleh cawapres nomor urut 1 – Ma’aruf Amin – yang mengatakan bahwa isu kesetaraan gender lebih dari isu-isu ekonomi belaka. Cawapres nomor urut 1 bagai hendak membalik kembali setir fokus kepada kurangnya posisi women in power dalam politik Indonesia. Namun sayangnya, kesempatan baik untuk menyetir perdebatan tidak diambil oleh cawapres nomor urut 1 yang malah kembali ikut membahas hanya sekedar wanita dan ekonomi.
“Terlepas pemberdayaan ibu-ibu selain juga ekonomi tingkat tinggi tapi juga kami telah melakukan yaitu kredit (UMI) usaha mikro dan juga bank Wakaf mikro yang ada di pesantren-pesantren dan saya tahu persis bahwa nasabahnya 100% perempuan dan ini adalah upaya pemberdayaan bahkan sudah beribu-ribu ibu-ibu merasa tertolong.”
Cawapres nomor urut 1 mengatakan bahwa Bank Wakaf Mikro (BWM) di pesantren memiliki nasabah yang 100% wanita namun target utama bagi Bank Wakaf Mikro adalah calon nasabah yang bisa mengajukan pinjaman tanpa jaminan di BWM adalah masyarakat yang tidak/sulit memiliki akses ke bank seperti halnya mereka yang tinggal di pedesaan/pelosok sehingga jauh dari jangkauan perbankan, dimana mereka belum mengenal lembaga keuangan formal seperti perbankan beserta produknya. Lalu nasabah juga dikhususkan bagi masyarakat yang memiliki pendapatan dibawah rata-rata sehingga tidak semua orang bisa sembarangan mengajukan pinjaman tanpa agunan ke BWM. Tidak ada syarat kekhusukan nasabah BWM adalah wanita sehingga melihat hal tersebut, BWM yang pada Desember 2018 sesuai dengan data OJK sudah memiliki 41 bank wakaf mikro yang berizin dari OJK dan mencatatkan sebanyak 8.000 lebih nasabah tidak mungkin memiliki 100% nasabah wanita. Melihat dari konteks data yang disajikan oleh cawapres nomor urut 1 bahwa nasabah BWM 100% wanita, sepertinya beliau hendak membicarakan mengenai Bank Wakaf Mikro Usaha Mandiri Sakinah yang berlokasi di Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta.
Menambahkan dari apa yang telah dipaparkan oleh cawapres nomor urut 1, kali ini sang calon presiden nomor urut 1 – Joko Widodo – mengatakan bahwa disamping Bank Wakaf Mikro, ia juga telah melaksanakan program MEKAAR (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera) dari Pemodalan Nasional Mandani (PNM). Program MEKAAR sendiri merupakan program yang ditargetkan khusus untuk wanita pra sejahtera agar mendapat pinjaman sebesar 2-10 juta rupiah yang akan disertai dengan pendampingan. Pengajuan pinjaman MEKAAR harus dilakukan para wanita secara berkelompok yang nantinya akan didampingi.
“Kita memiliki program yang namanya Mekar dari PNM. Sudah 4 tahun ini, nasabahnya sudah 4,2 juta, tahun ini kita targetkan lebih dari 10 juta. Itu adalah pedagang asongan, pedagang bakso, pedagang mie.”
Pada bulan Januari 2019 memang secara nasional telah tercatat bahwa program MEKAAR memiliki 4,14 juta nasabah dengan jumlah pendampingan sebanyak 23.203 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. Program MEKAAR merupakan program kerja yang lebih efektif dalam meningkatkan kesejahteraan wanita dalam bidang ekonomi dan UMKM dibanding solusi paslon nomor urut 2 yaitu OKE OCE. Program MEKAAR yang lebih terarah memiliki target khusus yaitu wanita pra sejahtera. Dengan hal ini, wanita yang berusaha membuka usaha dapat mendapat pinjaman beserta pendampingan sehingga para wanita Indonesia tidak harus takut akan besarnya rimba usaha Indonesia. Dengan penargetan yang lebih terarah kepada wanita maka wanita dapat membantu mengangkat ekonomi dan kesejahteraan Indonesia.
Solusi yang dikeluarkan oleh Paslon nomor urut 1 dan 2 bagaikan 2 sisi di 1 koin yang sama. Keduanya mempunyai program pembantuan dana, MEEKAR khusus untuk wanita dan OKE OCE untuk lapisan masyarakat yang lebih luas dari hanya wanita. Program MEEKAR lebih menargetkan diri kepada wanita pra sejahtera sehingga pengerjaannya memang lebih fokus dan khusus untuk wanita. Bila seandainya paslon nomor urut 1 dan 2 bisa melupakan perbedaan dan melihat persamaan mereka, maka sebenarnya mereka dapat membantu wanita Indonesia yang belum sejahtera. Dengan memanfaatkan 7 langkah OKE OCE dari Paslon nomor urut 2, maka implementasi dari program MEEKAR sebenarnya akan berjalan lebih lancar dan lebih banyak lagi wanita dapat diangkat kesejahteraannya.
Keterlibatan wanita dalam sektor industri maupun non industri di Indonesia masih tergolong rendah. Budaya patriaki yang masih berdiri teguh di Indonesia membuat banyak pihak meragukan kemampuan wanita. Padahal, wanita terbukti mampu untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan laki-laki dengan upah yang lebih rendah. Ketidakadilan inilah yang menyebabkan encouragement terhadap perempuan-perempuan Indonesia sangat dibutuhkan. Bantuan dari pemerintah dalam bentuk pinjaman bunga rendah, pendampingan, dan pembuatan kebijakan yang tidak mengesampingkan kepentingan wanita merupakan beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengurangi ketidakseimbangan perlakuan terhadap wanita. Wanita masih harus menaiki tangga kesuksesan sementara laki-laki telah dapat menaiki eskalator. Kepercayaan terhadap wanita harus ditanamkan, bahwa wanita lebih dari tugasnya untuk meneruskan garis keturunan suaminya. Indonesia masih perlu belajar untuk tidak meremehkan kekuatan wanita dan untuk tidak memandang wanita sebelah mata.
Keadaan Ekonomi Indonesia: Benarkah Mengarah Pada Kehancuran?
Ditulis oleh: Ruth Ivana A.
sumber gambar: google.com
Indonesia dikenal sebagai negara maritim dan agraris. Namun demikian, daya beli petani dan nelayan yang pada umumnya tinggal di pedesaan mengalami penurunan sebagai akibat dari rendahnya harga komoditas pertanian, seperti karet, sawit, kopra, dan gula, serta komoditas perikanan pada umumnya. Hal tersebut disebabkan antara lain karena kebijakan ekonomi negara maju yang agresif serta tata kelola dan tata niaga komoditas pertanian dan perikanan yang masih konvensional. Pertanyaannya, “Apa strategi dan kebijakan konkret bapak untuk menjaga stabilitas harga komoditas pertanian dan perikanan sehingga sektor ini menarik bagi milenial untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim dan agraris yang terkemuka di dunia?”
Jawaban pertama diutarakan oleh Jokowi yang menegaskan bahwa komoditas nasional sudah terlalu lama bergantung pada luar negeri. Selain itu, Indonesia juga sudah terlalu lama mengekspor dalam bentuk mentah seperti karet, kelapa sawit, perikanan, dan komoditas-komoditas pertanian. Memang benar, pada tahun 2010 sampai 2014, jumlah impor pangan seperti beras mencapai 6.5 juta ton, impor gula sebesar 12.7 juta ton, dan impor jagung sebesar 12.9 juta ton.[1]Namun, semenjak pemerintahan era Jokowi, total impor beras telah mengalami penurunan sebanyak 1.8 juta ton, jika dibandingkan dengan pemerintah era SBY. Melihat kondisi demikian, Jokowi mengajukan strategi ke depan, yaitu hilirisasi dan industrialisasi. Penting untuk membangun industri-industri perikanan sebanyaknya, pengolahan dan pengalengan sehingga para pengusaha mengekspor komoditas dalam bentuk barang-barang yang sudah terolah, terkemas, terlabel, dan didirikan brand di Indonesia. “Minimal ekspor barang setengah jadi,” ujarnya. Jokowi juga menambahkan pentingnya memaksimalkan aktivitas online untuk memudahkan petani untuk menjual, serta konsumen untuk membeli.
Menjawab pertanyaan yang sama, Prabowo mengawali argumen-nya dengan menyatakan bahwa keadaan ekonomi di Indonesia sedang berjalan ke arah yang salah, sebab terjadi de-industrialisasi. Ia mengatakan bahwa tidak ada tindakan pemerintah untuk mengatasi hal demikian. Sejak debat pilpres pertama, Prabowo kerap kali mengumbar-umbar gagasan swasembada, yakni menolak adanya impor dalam bentuk apapun. Kritik pun mulai banyak bermunculan setelah ia menyatakan hal tersebut. Pasalnya, tidak ada satu negara pun di dunia yang dapat bertahan tanpa impor pangan dan energi. Seorang ekonom, Faisal Bakri, mengatakan bahwa gagasan yang lebih tepatnya adalah “sensasi” ini hanya akan membuat Prabowo terlihat bodoh di muka publik.[2]
Menanggapi jawaban tersebut, Jokowi menjelaskan bahwa mengelola ekonomi makro itu berbeda dengan mengelola ekonomi mikro. “Makro itu agregat produksi, dan sisi permintaan dan supply harus dipengaruhi dan dijaga oleh kebijakan-kebijakan pemerintah, sedangkan ekonomi hanya jual-beli,” jelasnya. Agregat produksi meliputi sektor primer, misalnya di bidang pertambangan, pertanian, perkebunan, dan sektor sekunder di bidang manufaktur. Tahapan pengembangan yang demikian tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. “Dibutuhkan tahapan-tahapan besar dan inilah yang sedang kita kerjakan. Tahapan pertama, yaitu infrastruktur yang kita bangun ini, akan terhubung dengan kawasan industri, pariwisata. Tahapan kedua adalah pembangunan SDM. Ketiga adalah reformasi struktural. Keempat adalah urusan teknologi dan inovasi,” tambahnya lagi.
Prabowo pun mengatakan bahwa keadaan ini adalah kesalahan bersama sebagai bangsa, dan sudah berjalan puluhan tahun. “Kita harus berani mengoreksi diri. Contoh Republik Rakyat Tiongkok, 40 tahun mereka hilangkan kemiskinan,” tegasnya. Ia mengatakan bahwa keadaan ekonomi di Indonesia harus kembali ke UUD 1945 Pasal 33 (ayat (3)), yang berbunyi, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dengan demikian, Prabowo mengingatkan bahwa pemerintah harus berani merencanakan pembangunan industrialisasi, ciptakan lapangan kerja, lindungi petani dan nelayan negeri.
Comments