Setiap negara tentu ingin menciptakan keadaan yang aman dan tenteram bagi warga negaranya. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan melindungi setiap hak asasi yang melekat pada masing-masing individu serta menjunjung tinggi hidup bertoleransi di tengah keberanekaragaman. Hal ini menuntut setiap warga negara untuk mampu hidup berdampingan dengan aman dan tenteram.
Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa pelanggaran tersebut akan terjadi sewaktu-waktu. Pelanggaran yang dimaksudkan pun dapat terjadi dimana saja, terutama di negara besar seperti Perancis baru-baru ini. Memang kasus pelanggaran hak asasi yang terjadi di Perancis tidak jarang terjadi, namun kali ini membuat masyarakat semakin geram hingga menuntut pemerintah untuk dapat menindaklanjuti secara lebih tegas.
Jumat, 16 Oktober 2020 diketahui telah terjadi pembunuhan yang menimpa salah seorang warga negara Perancis. Korban diketahui bernama Samuel Paty (47) yang berprofesi sebagai guru sejarah dan geografi. Peristiwa ini berawal saat Paty sedang melakukan proses belajar mengajar dengan tema kebebasan dalam berekspresi dan menyertakan kartun Nabi Muhammad sebagai bagian dari proses pembelajaran tersebut, serta membahas kasus majalah satir Charlie Hebdo yang pernah tertimpa musibah pada beberapa tahun silam.
Saat proses belajar mengajar berlangsung, Samuel mengatakan kepada muridnya yang beragama Islam agar mereka tidak tersinggung dan diperkenankan untuk meninggalkan ruangan jika merasa tidak nyaman. Akan tetapi ternyata apa yang terjadi selama pembelajaran berlangsung diketahui oleh pihak luar, hingga menimbulkan masalah yang pada akhirnya menimpa dirinya. Jean-Francois Richard selaku jaksa anti-terorisme menetapkan Abdoulakh sebagai pelaku pembunuhan Samuel Paty. Ia menjelaskan bahwa Abdoulakh merupakan seorang pengungsi yang datang ke Perancis dengan status kewarganegaraan lain.
Richard mengatakan bahwa pelaku merasa sangat tersinggung akan tindakan yang dilakukan oleh Paty saat sedang mengajar di dalam kelas saat itu. Maka dari itu pelaku berniat untuk membalas tindakan yang telah dilakukan oleh korban dengan membayar dua anak didik korban untuk memata-matainya. Ia meyakinkan dua anak didiknya tersebut dengan alasan hanya ingin memberikan pelajaran saja, juga agar Paty selaku korban mau meminta maaf atas tindakannya tersebut. Saat jam pulang sekolah tiba, Paty keluar dari lingkungan sekolah menuju tempat kediamannya dengan diikuti oleh Abdoulakh.
Tiba dipertengahan jalan, barulah ia melancarkan aksinya dengan melukai bagian kepala Paty dengan pisau lalu memenggalnya. Tidak berhenti di sana, pelaku menyebarkan tindakan kejinya di media sosial. Saat polisi coba menangkapnya di tempat ia membunuh Samuel, ia mencoba menembakan peluru kepada polisi kemudian dibalas lagi hingga akhirnya mengenai bagian tubuhnya.
Setelah ditelusuri lebih lanjut oleh pihak yang berwenang, Richard menjelaskan bahwa ternyata yang terlibat dalam kasus ini tidaklah hanya Abdoulakh saja melainkan orang tua murid dan beberapa pihak yang bantu menyebarkan video kebencian tersebut. Melalui kejadian ini, polisi berhasil mengamankan 9 orang tersangka lainnya untuk diperiksa dan menutup Masjid Patin yang diduga ikut menyebarkan video kebencian tersebut.
Tidak hanya diam, Chems-eddine Hafiz selaku Imam Besar Masjid Agung Paris meminta agar aparat hukum dapat menindaklanjuti kejadian ini secara tegas karena peristiwa seperti ini sudahlah menjadi keresahan bagi masyarakat setempat dari dahulu. Presiden Emmanuel Macron juga mendapatkan usulan dari berbagai pihak untuk membentuk Undang-Undang khusus untuk mengatasi kaum radikal untuk menghindari pelanggaran yang serupa terjadi kembali.
Imam Besar tersebut juga berkata bahwa seluruh umat muslim butuh Imam yang paham betul mengenai ayat Quran, hadis, serta ajaran yang penuh dengan cinta dan kasih. Lain daripada itu, Macron juga menilai bahwa tindakan radikal tersebut benar-benar dilakukan secara sadar sebagai gerakan politik.
Peristiwa yang menimpa Samuel Paty berhasil menimbulkan kekacauan yang cukup besar di Perancis. Hal ini juga mengundang perhatian masyarakat dunia, seperti salah satu pakar UI yaitu Mahmud Syaltout. Setelah berpengalaman tinggal di Perancis selama 6 tahun, kasus radikal seperti ini tidak lagi menjadi hal yang tergolong jarang terjadi. Bukan hanya menimpa umat muslim melainkan para pemeluk agama lainnya dan tokoh-tokoh publik.
Ia juga menilai kalau hal tersebut juga disebabkan tindakan dari aparat hukum yang kurang ketat dalam menangani kasus terorisme seperti ini, hingga akhirnya masyarakat merasa geram karena beranggapan lingkungannya semakin tidak aman. Mahmud juga memaparkan beberapa fakta menarik yang ia temukan selama tinggal di sana, yaitu Perancis melarang keras warga negaranya menggunakan hijab, padahal faktanya tidak hanya umat Muslim saja, melainkan untuk seluruh pekerja PNS dan yang berhubungan langsung dengan publik, agar dianjurkan untuk tidak menonjolkan keyakinannya.
Perancis dinilai bersikap rasis terhadap umat muslim padahal faktanya banyak kampung dari pemeluk agama lain seperti Yahudi yang jaraknya berdekatan, Charlie Hebdo dinilai hanya mengasingkan Islam tetapi faktanya Nasrani dan Yahudi pun terseret, sehingga dari berbagai fakta tersebut penulis memandang bahwa seharusnya masyarakat mampu menyikapi apa yang tersebar di media sosial dengan lebih bijak lagi dan tidak langsung mengonsumsi semuanya secara mentah.
Comments