top of page
Writer's picturePanah Kirana

Penantian Panjang: Gugatan Polusi Udara Jakarta Dikabulkan



Setahun berjalan penundaan sidang putusan gugatan terkait polusi udara di Daerah Khusus Ibukota. Perdananya, sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan dengan Nomor 374//Pdt.G/2019/PN.Jkt.Pst, turut menggugat ketujuh lembaga pemerintahan yakni: Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan posisi pihak pertama, Siti Nurbaya Bakar selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nila Djuwita F Moeloek selaku Menteri Kesehatan, Tjahjo Kumolo selaku Menteri Dalam Negeri, Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta, Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat, dan Wahidin Halim selaku Gubernur Banten. Ketujuh pihak ini dinyatakan sebagai pihak tergugat dalam kasus terkait Hak warga negara untuk menghirup udara sehat di DKI Jakarta. Disamping itu, Presiden Joko Widodo memberikan masukan mengenai penggunaan alat transportasi berbasis listrik yang ternyata menempati posisi ketiga kondisi udara yang tidak sehat berdasarkan data dari AirVisual. Kasus ini digugat oleh kelompok masyarakat yang disebut Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta dengan mengajukan gugatan perdata dan meminta ketujuh pihak dari pemerintahan ini dapat mengendalikan polusi udara di DKI Jakarta.

Sebelumnya, pembacaan putusan gugatan ini telah diundur sejak 22 Agustus 2019 dan ditunda sebanyak 8 kali. Penundaan pembacaan putusan ini terkait dengan pandemi Covid-19 dan kemalangan sebagaimana disebutkan oleh Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Saifuddin Zuhri. Dan akhirnya, pembacaan putusan dilaksanakan pada hari Kamis, 16 Agustus 2021 yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan dihadiri oleh penggugat dan tergugat melalui online maupun offline dengan hadir secara langsung di Pengadilan. Penundaan pembacaan putusan tersebut hanyalah sebagian dari perjalanan panjang para penggugat. Gugatan yang dilayangkan oleh 31 warga dalam class action lawsuit ini sendiri sudah berjalan sejak 4 Juli 2019 dimana para penggugat menggugat agar para tergugat dinyatakan, antara lain melanggar hak asasi manusia yaitu hak atas lingkungan hidup yang sehat dan untuk para tergugat agar merevisi Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999.

Salah satu dasar hukum yang digunakan oleh pihak penggugat adalah Pasal 28H UUD 1945 yang mengatur hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tersebut. Para penggugat beralasan bahwa tingginya angka polutan serta memburuknya pemanasan global merupakan ancaman bagi kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh penurunan kualitas lingkungan hidup. Tingkat polusi udara di Jakarta tidak hanya terbukti berbahaya pada tahun 2019 namun juga di tahun 2021. Menurut data dari situs IQAir, tingkat polutan di Jakarta berada pada level 4 kali di atas standar World Health Organization (WHO). Namun, dalam putusannya, Majelis Hakim tidak memutuskan para tergugat bersalah atas pelanggaran hak pada Pasal 28D UUD 1945 tersebut. Pada putusan, para tergugat hanya diputuskan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam perkara ini, dengan pertimbangan bukti-bukti serta dasar hukum terkait, ditetapkan tujuh poin hukuman atau kewajiban bagi para tergugat antara lain kepada Presiden Republik Indonesia yaitu Joko Widodo, dan terhadap Gubernur DKI Jakarta yaitu Anies Baswedan.

Terhadap Presiden Jokowi, dengan pertimbangan UU 32/2009, putusan tersebut menghukum Presiden Jokowi untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional untuk melindungi kesehatan populasi berdasarkan perkembangan IPTEK. Sedangkan terhadap Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta, Majelis Hakim menghukum beberapa kewajiban antara lain, melakukan uji emisi berkala terhadap kendaraan umum yang sudah tua, menjatuhkan sanksi bagi usaha atau kegiatan yang tidak memenuhi baku emisi, dan menetapkan baku mutu ambien daerah untuk wilayah Provinsi DKI Jakarta. Hingga saat ini, tidak ada upaya banding dari kedua pihak dan Anies Baswedan menekankan bahwa DKI Jakarta tidak akan melanjutkan upaya hukum banding. Sejak putusan dibacakan, dari ketujuh tergugat, hanya satu tergugat yang menyatakan akan mengajukan banding yaitu pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dalam putusan ini Menteri KLHK dijatuhi sanksi salah satunya untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, serta melakukan inventarisasi emisi lintas batas ketiga provinsi tersebut.

Disamping memilih untuk tidak mengajukan banding, Gubernur DKI Jakarta juga memberikan respon yang disambut baik oleh pihak penggugat. Dengan pembacaan putusan, Anies Baswedan menyatakan bahwa pihaknya siap untuk melaksanakan isi putusan untuk udara Jakarta yang lebih baik. Bagi pihak penggugat atau ke-31 penggugat, pengabulan gugatan ini bukan suatu akhir, dengan putusan terhadap ketujuh tergugat, para penggugat berharap bahwa dalam kurun waktu enam bulan atau setahun kedepan sudah dapat dirasakan suatu kemajuan dalam kualitas udara di Jakarta.


143 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Post: Blog2 Post
bottom of page