top of page
Writer's picturePanah Kirana

Penurunan Tanah: Jakarta di Bawah Air Tahun 2030?



Publik Jakarta sempat digemparkan oleh pernyataan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, yang menyatakan bahwa Jakarta akan tenggelam dalam waktu 10 tahun karena efek perubahan iklim. Menanggapi pernyataan tersebut, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa beberapa badan terkait sudah melakukan penelitian terhadap fenomena penurunan tanah di 112 kabupaten/kota termasuk Jakarta. Salah satu bukti nyata adanya penurunan tanah dan naiknya permukaan air laut adalah Masjid Wal Adhuna di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara sudah terendam air laut sejak tahun 2009. Bangunan masjid tersebut awalnya hanya terendam beberapa cm saja namun saat ini tinggi air sudah mencapai satu meter. Awalnya masjid tersebut terlindungi oleh tanggul namun saat terjadi kebocoran pada tahun 2008, masjid tersebut menjadi terpisah dengan daratan. Menanggapi kondisi tersebut badan penelitian di Indonesia seperti Badan Penelitian Permukaan Tanah (BPPT) akhirnya angkat bicara.

Direktur Pusat Teknologi Reduksi dan Resiko Bencana (PTRRB) BPPT, M. Ilyas menyebutkan bahwa dari hasil kajian penelitian BPPT dalam beberapa tahun terdapat 4 (empat) jenis penyebab utama penurunan permukaan tanah di Jakarta. Yakni akibat ekstraksi air tanah, akibat beban konstruksi, akibat konsolidasi alami tanah alluvium, dan penurunan tanah tektonik. Pada saat yang bersamaan, maraknya pembangunan pusat perbelanjaan, hotel, apartemen, hingga gedung pencakar langit terus dilakukan tanpa mempertimbangkan beban tanah di Jakarta. Hal ini tentu mengakibatkan pengambilan atau eksploitasi air tanah secara berlebihan serta semakin besarnya beban tanah akibat berat bangunan gedung- gedung bertingkat.

Tim BPPT menggunakan metode Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR) yang menggunakan data satelit Radar Sentinel 1A untuk melakukan penelitian dan analisa mengenai laju penurunan tanah. InSAR adalah sebuah teknik radar digunakan dalam geodesi dan penginderaan jauh. Selain digunakan di Jakarta, metode ini juga digunakan di Bangkok, Amsterdam, Bangladesh, dan beberapa kota lainnya yang juga memiliki masalah penurunan permukaan tanah dan berpotensi untuk tenggelam di masa depan. Dikutip dari laman resmi BPPT, pada Februari 2021, dilaporkan bahwa berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2019, laju penurunan tanah di Jakarta ditemukan mencapai 6 cm per tahunnya. Selain penelitian oleh badan pemerintah, fenomena penurunan tanah juga menjadi subjek penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB).

Mengutip dari Kompas.com, Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, Heri Andreas, melaksanakan penelitian penurunan tanah dengan metode InSAR dan LIDAR (Light Detection and Ranging). Dari penelitian tersebut, Heri menyimpulkan bahwa penurunan tanah sudah terjadi di Jakarta sejak tahun 1997 dengan beberapa tahun yang menunjukkan penurunan sebesar 20 cm. Namun, Heri menyatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir termasuk 2021, laju penurunan tanah di Jakarta semakin berkurang. Penurunan laju bukan berarti Jakarta aman dari penurunan tanah, dengan penelitian topografi, terlihat bahwa 9000 hektare daratan Jakarta sudah berada di bawah permukaan air hanya tidak terendam karena pembangunan tanggul oleh Pemerintah Daerah Jakarta. Menurut penelitian tersebut, ITB juga menemukan bahwa pada tahun 2021, 14% wilayah Jakarta sudah berada di bawah permukaan laut dan diperkirakan akan mencapai 28% pada tahun 2050.

Disamping penelitian oleh badan-badan ahli, pemerintah Indonesia juga mengadakan studi serta kerja sama dengan negara sahabat. Pada tahun 2017 lalu, Direktorat Sumber Daya Air Kementerian PUPR mengadakan forum tingkat tinggi bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk membahas permasalahan lingkungan hidup di Jakarta. Hasil dari forum ini menyimpulkan bahwa pengaturan air tanah bisa jadi efektif untuk menanggulangi fenomena penurunan muka tanah seperti Jepang dan Bangkok.

Belajar dari pengalaman pemerintah Jepang dalam menangani masalah penurunan tanah di Tokyo, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentu telah merencanakan dan melakukan beberapa upaya untuk melakukan pencegahan. Pertama, mengurangi penggunaan air tanah dengan melakukan distribusi air bersih pipa. Kedua, pembangunan tanggul pantai atau penanaman bakau di daerah yang rawan akan erosi. Ketiga, pembangunan sistem polder yang dimana sistem ini memungkinkan air dipompa kembali ke laut meskipun daerah pesisir sudah di bawah permukaan laut. Keempat, membangun waduk yang berfungsi untuk tempat penahan penampungan air sementara agar air tidak langsung mengalir ke hilir sehingga dapat menyebabkan banjir. Kelima, melakukan monitoring level muka tanah dengan BPPT dalam rangka mengambil keputusan untuk perencanaan kedepannya.


Dasar hukum yang mengatur perencanaan tata kota di DKI Jakarta adalah Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2012 Tentang rencana tata ruang wilayah tahun 2030. Salah satu pertimbangan dari peraturan tersebut pada poin “C” adalah bahwa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana kota-kota besar lain di dunia menghadapi tantangan global, khususnya pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change) yang membutuhkan aksi perubahan iklim (climate action), baik aksi adaptasi maupun aksi mitigasi yang perlu dituangkan dalam penataan ruang. Inti dari perda tersebut menyebutkan bahwa tata ruang kota Jakarta menjadi salah satu perhatian utama pemerintah untuk masa depan kota.

Joe Biden, dalam pidatonya pada bulan Juli lalu di Kantor Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat membahas mengenai perubahan iklim dan pemanasan global. Presiden Amerika Serikat tersebut juga menyinggung permasalah lingkungan di Indonesia terutama di Jakarta. Dalam pidatonya, Biden memprediksi bahwa Jakarta akan tenggelam dalam 10 tahun kedepan. Selain Joe Biden, Fitch Solutions Country Risk & Industry Research juga mengutarakan pernyataan mengenai keadaan Jakarta. Dalam laporannya, para ahli memperkirakan Jakarta Utara akan tenggelam sepenuhnya pada 2050 jika masalah penurunan muka tanah tidak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Dari kedua respon internasional tersebut, dapat disimpulkan bahwa permasalahan mengenai penurunan tanah adalah masalah yang serius. Pemerintah DKI Jakarta seharusnya bisa lebih serius dalam mengupayakan penanggulangan dan mitigasi permasalahan ini.


34 views0 comments

Recent Posts

See All

Comentarios


Post: Blog2 Post
bottom of page