top of page
Cynthia Yurensia dan Tania Elysia

Rusia & Ukraina Bergulat, Bagaimana Nasib Indonesia ?


Akhir-akhir ini, media sedang digemparkan dengan adanya konflik antara Rusia dan Ukraina. Konflik antara Rusia dan Ukraina sebenarnya bukanlah hal yang baru saja bermunculan. Awal mula dari terjadinya konflik ini sudah terjadi sejak tahun 1991, pada saat Uni Soviet runtuh dan negara-negara bagian mulai memisahkan diri. Perseteruan antara kedua belah pihak terus berlanjut dan kembali memanas pada tahun 2004, bertepatan pada ajang pemilihan presiden yang dianggap terdapat tuduhan kecurangan atas jumlah suara yang berakhir pada giringan massa yang dikenal dengan sebutan Revolusi Oranye. Hingga tahun 2008, Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau dalam bahasa Inggris disebut North Atlantic Treaty Organization (NATO) memberikan lampu hijau untuk penggabungan Ukraina bersama mereka secepatnya. Pada bulan Februari dan Maret 2014, Rusia menginvasi dan kemudian mencaplok Annex Crimea dari Ukraina. Peristiwa ini terjadi setelah Revolusi Oranye dan merupakan bagian dari Perang Rusia-Ukraina yang lebih luas. Jauh setelah kejadian tersebut, masih banyak peristiwa lainnya yang memanaskan situasi hingga tahun 2021, bertepatan di bulan Januari, Zelensky, Presiden Ukraina, meminta izin pada Joe Biden atas penggabungan Ukraina dengan NATO.


Tetapi disisi lain, pada bulan Desember, Rusia menuntut keamanan sehingga, hal ini membuat NATO menarik kembali pasukan dan persenjataan dari timur Eropa dan melarang Ukraina untuk bergabung. Tidak lama dari itu, pada Januari 2022, NATO menyiapkan pasukan, persenjataan, beserta dengan kapal, dan jet tempur, karena Rusia mengirimkan lebih dari 100 ribu tentara di dekat perbatasan Ukraina. Pada saat itu pengiriman pasukan dikerahkan dengan dalih untuk menjaga keamanan. Tetapi bertepatan pada tanggal 24 Februari 2022, Putin mendeklarasikan mengenai operasi militer yang mengakibatkan penyerangan di sejumlah kota dan terjadilah invasi. Pihak AS menuduh bahwa Rusia melanggar kedaulatan negara lain, tetapi dari pihak Rusia memaparkan bahwa alasan mereka menyerang Ukraina karena pemimpin mereka berat sebelah dan lebih condong memihak ke Barat dan menjadi bagian NATO.


Dari pemaparan kronologi yang ada, dapat dilihat bahwa perseteruan yang terjadi bukan hanya menyangkut regional saja melainkan sudah meluas secara global, yang tentunya akan banyak memberikan dampak pada negara-negara di dunia. Selain itu, perseteruan ini juga dapat mengakibatkan pergeseran yang membawa perubahan dan dampak dalam beberapa aspek. Dengan adanya konflik ini, tentu Indonesia akan menghadapi dampak dari perang ini yang dapat berpengaruh pada globalisasi. Berfokus pada suatu aspek yang sangat esensial dalam negara, Indonesia terkena imbas dalam aspek perekonomian terutama pada aliran uang yang dapat dilihat dari nilai tukar rupiah. Jika perang terus berlarut, maka bisa saja berpotensi adanya penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Penurunan tersebut selanjutnya berakibat pada pasar modal karena akan mengikuti siklus yang berlangsung pada isu global dan berpatok pada dollar AS.


Pertumbuhan ekonomi global pada 2022 diprediksi mencapai 4,4 persen dan pada 2023 sebesar 3,8 persen. Pertumbuhan di negara maju diramalkan berkisar 3,9 persen pada 2022 dan 2,6 persen pada 2023. Sementara itu di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi akan mencapai 4,8 persen pada tahun ini berdasarkan kenaikan harga komoditas yang akan mengganggu laju pertumbuhan ekonomi. Harga komoditas yang terimbas konflik ini utamanya adalah minyak bumi dan hasil olahan industri pertambangan. Selama ini, Rusia dikenal sebagai produsen terbesar untuk minyak bumi, nikel, aluminium, dan palladium. Sehingga resiko dari perang ini akan menimbulkan kenaikan harga minyak bumi yang diduga mengalami kenaikan sebesar 100 dollar AS per barelnya atau sebesar 30% dari harga peroleh awal. Di setiap peningkatan 1 dollar AS per barel akan memberi beban APBN sebanyak Rp 2,5 triliun lebih, untuk minyak tanah sekitar Rp 50 miliar, sedangkan untuk LPG sebesar Rp 1,5 triliun. Sehingga pada akhirnya hal ini akan sangat berdampak pada siklus APBN di Indonesia. Maka dari itu, tidak heran bahwa belakangan ini sering terjadi kelangkaan minyak, suatu bahan yang sebelumnya cukup melimpah, terpaksa harus memasuki kategori bahan baku yang langka dan mulai terbatas.


Tetapi disisi lain, tentu PBB tidak tinggal diam dalam menghadapi konflik yang sudah sampai pada ranah global ini, melihat angka kematian yang tidaklah sedikit setiap harinya, wajah-wajah rakyat yang tidak bersalah tetapi harus luput dalam penderitaan. Maka dari itu, PBB mengalokasikan dana sebesar Rp 287 miliar sebagai bentuk dukungan humanitarian untuk Ukraina dan berkomitmen untuk sigap atas segala bantuan yang diperlukan dimanapun mereka berada. Tim akan selalu sigap selama akses ketersediaan sumber daya memadai dan memastikan semua lembaga kemanusiaan yang ada dapat menjamin keselamatan semua rakyat di lapangan.


Maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia sebenarnya juga mendapat dampak yang cukup terasa akibat adanya konflik antara Rusia dan Ukraina, khususnya dibidang ekonomi. Walaupun Indonesia tidak ikut andil langsung dalam konflik ini, tetapi konflik yang dialami Rusia dan Ukraina sudah menjangkau ruang lingkup global, dan meskipun dampak dari konflik ini menyulitkan rakyat Indonesia, tetapi diharapkan kedepannya Indonesia dapat mencapai tahap stabilisasi ekonomi seperti sedia kala.















93 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Post: Blog2 Post
bottom of page