Terlepas dari situasi pandemik COVID-19, National Law Moot Court Community Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (NLMCC FH UPH) tetap berhasil meraih juara tiga pada Piala Frans Seda Atma Jaya 2020. Sebanyak 18 delegasi ikut dalam perlombaan Moot Court Competition ini. Tema yang diangkat oleh panitia Piala Frans Seda Atma Jaya pada tahun ini sama seperti pada tahun sebelumnya, sebab Universitas Atma Jaya selalu konsisten mengadakan Moot Court Competition dengan tema kejahatan siber, atau Cybercrime. Kasus yang diangkat kali ini adalah kejahatan dengan metode system hacking. Sebanyak 11 universitas dari seluruh Indonesia turut bersaing meraih gelar juara dalam Piala Frans Seda Atma Jaya kali ini, meliputi Universitas Pelita Harapan, STIH Litigasi, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Malang, Universitas Islam Nusantara, Universitas Lampung, Universitas Padjajaran, Universitas Surabaya, Universitas Surya Kencana, dan Universitas Swadaya Gunung Jati. Kemudian setelah penyisihan, empat kampus dengan nilai terbaik terpilih untuk melanjutkan ke babak final. Empat kampus tersebut adalah Universitas Pelita Harapan, Universitas Gajah Mada, Universitas Padjajaran, dan Universitas Ahmad Dahlan.
NLMCC FH UPH sebagai unit Kegiatan Mahasiswa FH UPH yang bergerak dalam bidang peradilan semu tingkat nasional telah mempersiapkan delegasinya sejak Agustus 2019. Mahasiswa FH UPH angkatan 2017, sekaligus Ketua Delegasi NLMCC dalam Piala Frans Seda Atma Jaya kali ini, Gregorius Guntur P, atau kerap disapa Guntur, mengatakan bahwa persiapan yang dilakukan memakan waktu yang cukup lama. “Dapat dikatakan satu tahun, karena kami memulai study group dari Agustus 2019 dan berakhir pula di Agustus 2020,” tutur Guntur. Guntur kemudian menambahkan bahwa ditengah situasi COVID-19, tidak mendukung delegasi untuk berlomba di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sehingga harus dilakukan perubahan metode perlombaan pada tahun ini. “Perbedaan dari metode sidang, dimana biasanya kami bersidang di salah satu pengadilan negeri, namun dengan kondisi ini kami bersidang di tempat masing-masing. Kemudian delegasi Frans Seda UPH memilih untuk melakukan sidang dengan metode take video di ruang sidang Gedung D UPH”. Tentunya dengan situasi yang demikian, NLMCC FH UPH tetap harus beradaptasi dengan perubahan ini. “Kami memberlakukan metode latihan online menggunakan video conference dimana seharusnya esensi latihan sidang adalah bertemu langsung untuk menimbulkan emosi dan tensi sidang. Itu cara kami beradaptasi untuk memaksimalkan waktu yang ada. Walaupun akhirnya setelah masuk fase New Normal, kami berkumpul di ruang sidang UPH,” jelas Guntur.
Guntur sendiri mengakui sempat mendapati kesulitan dengan perubahan metode ini. “Mungkin untuk metode lomba dengan video, dimana ada faktor baru yang menjadi rintangan yaitu aspek audio visual. Secara, juri melihat sidang melalui video maka perlu editing dan shooting yang pas”. Moot Court Competition tahun ini justru menjadi sejarah baru bagi NLMCC yang menggunakan video sebagai sarana juri dalam menilai. Hal ini tentu merupakan sebuah kehormatan bagi tim, sebab telah menjadi bagian dari sejarah dan dapat menyelesaikan perlombaan ini dengan baik. "Meskipun metode perlombaan mungkin akan berubah, namun api semangat untuk memenangkan kompetisi jangan sampai padam, karena seperti apapun metode kompetisi asal ada usaha disertai doa pasti dapat terlampaui dengan baik.”
Sekali lagi, selamat atas prestasi NLMCC FH UPH, kalian sangat membanggakan. Teruslah berkarya dan kami tunggu langkah besar berikutnya. Pro Justitia!
Comments