Kebakaran Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Rawa Kucing baru-baru ini menggemparkan warga Tangerang sejak Jumat (20/10) kemarin, dengan api yang berkobar-kobar selama berhari-hari tanpa henti. Diduga akibat penumpukan gas metana ditambah dengan suhu udara wilayah Tangerang yang terus meningkat, kebakaran bukan hanya berdampak pada sampah-sampah di TPA, melainkan juga menelan beberapa kendaraan yang terparkir di area terdampak hingga hangus. Risiko asap yang tebal juga sempat mengganggu penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta sekaligus membahayakan warga setempat hingga harus mengungsi sampai api berhasil dipadamkan. Angin yang bertiup kencang juga telah menantang para pemadam kebakaran untuk menghentikan penyebaran api.
Nyatanya, TPA Rawa Kucing bukanlah satu-satunya TPA yang sedang terbakar. Sekitar 5.000 meter persegi wilayah TPA Cikundul Sukabumi juga terbakar sejak Minggu (22/10) pukul 13:00 WIB. Hal yang sama juga terjadi di TPA Mandung Tabanan Bali beberapa pekan lalu, diduga disebabkan oleh zat metana yang menumpuk di sampah, cuaca panas yang ekstrem, dan penyebaran melalui angin yang kencang; semua alasan yang juga menyebabkan terbakarnya TPA Rawa Kucing Tangerang. Tiga TPA di atas hanyalah beberapa contoh dari banyaknya kasus kebakaran TPA yang sudah menjadi rutinitas di seluruh Indonesia.
Sumber foto: radarbanten.co.id
Fenomena ini telah menunjukkan bagaimana pengolahan sampah memainkan peran yang krusial dalam mencegah bencana lingkungan. Perlu diketahui bahwa pengolahan sampah yang benar mulai dari masing-masing individu. Atas kepentingan inilah Departemen Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Fakultas Hukum UPH mengadakan program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ke SMA Negeri 86 Bintaro dengan mengungkit tema “Penyuluhan Gaya Hidup Berkelanjutan dari Perspektif Hukum dan Keuangan” pada Jumat (13/10).
“Saya rasa perlu kita lakukan hal-hal kecil. Langkah kecil saja dari diri kita untuk mengubah gaya hidup kita akan mengubah dunia kita ke depannya karena manusia sangat bergantung pada sumber daya alam,” ucap Dosen Fakultas Hukum UPH Ibu Ellora Sukardi, S.Sn., S.H., M.H. selaku Ketua Pelaksana Acara PKM tahun ini kepada Panah Kirana.
Fotografer: Jovan Rafael
Wakil Ketua Program Studi Hukum UPH Ibu Jerry Shalmont, S.H., M.H. selaku salah satu pembawa materi menjelaskan bahwa per 11 Oktober 2023, terdapat total 14 TPA di Indonesia yang terbakar dan 13 darinya adalah TPA yang berlokasi di Pulau Jawa. Akar dari fenomena kebakaran TPA di Indonesia dapat ditarik dari sampah organik yang menumpuk, membusuk, dan menjadi sumber gas metana yang mudah terbakar.
Bukan hanya sampah organik, Ibu Jerry juga menyebut adanya krisis penanganan limbah tekstil, di mana 66% orang membuang satu pakaian dalam setahun dan 25% orang membuang lebih dari 10 pakaian dalam setahun. Pada saat yang sama, limbah yang dihasilkan oleh perusahaan fast fashion ketika memproduksi baju merupakan penyumbang polusi terbanyak ketiga di dunia. Perusahaan fast fashion sendiri dapat didefinisikan sebagai industri yang memproduksi pakaian secara massal dan cenderung mengikuti trend terkini, kemudian dapat dijual dengan harga yang relatif murah oleh karena biaya produksi yang kecil. Beberapa brand pakaian yang termasuk dalam kategori ini adalah Zara, H&M, Forever21, Uniqlo, Cotton On, Pull & Bear, dan masih banyak lagi. Pabrik fast fashion menghasilkan emisi gas rumah kaca dan memakai sumber daya alam dalam jumlah yang besar, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak. Produksi yang dilakukan secara cepat dalam skala besar berarti semakin banyak juga polutan yang dihasilkan.
Pengolahan sampah di Indonesia masih dinilai rendah akibat regulasi yang lemah, pelaksanaan undang-undang yang kurang maksimal, dan budaya mengelola sampah yang belum terbentuk di tengah masyarakat Indonesia. Sebagai upaya membantu pengolahan sampah Indonesia, ada lima konsep gaya hidup berkelanjutan yang dapat dilakukan: 1) refuse (menolak produk yang tidak dibutuhkan); 2) reduce (mengurangi penggunaan berlebihan); 3) reuse (memaksimalkan umur suatu produk; 4) recycle (menggunakan kembali suatu produk); dan 5) rot (memanfaatkan sampah organik untuk kompos).
Kepala Sekolah SMAN 86 Bintaro Ibu Dr. Ratna Budiarti, M. Biome turut berterima kasih atas sosialisasi yang telah dilaksanakan.
“Terlihat bahwa anak-anak sangat antusias dan mau memperbaiki hal-hal yang mungkin selama ini mereka anggap sepele, namun ternyata penting dalam kehidupan, terutama dalam hal mengatasi masalah sampah. Saya sangat berterima kasih atas kerja sama ini, anak-anak dapat bertambah wawasannya,” ucap Ibu Ratna kepada Panah Kirana usai kegiatan PKM.
Penulis: Talia Kallista Haditama
Fotografer: Jovan Rafael Aurelio Susento
Comments