top of page
Muhammad Daffa Radhia dan Nadia H. Putri

UMKM dan Pedagang Kaki Lima Wajib Menggunakan Sertifikat Halal


UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mewajibkan sertifikasi halal bagi seluruh produk yang beredar di Indonesia, termasuk seluruh produk yang diproduksi oleh UMKM. Namun bagi pelaku usaha UMKM, mendapatkan sertifikasi halal masih terkendala faktor biaya. Pemerintah pun akhirnya memberikan kemudahan sertifikasi halal bagi UMKM yang diatur dalam UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Dalam Pasal 4A UU Ciptaker disebutkan bahwa “Untuk pelaku Usaha Mikro, dan Kecil, kewajiban bersertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 didasarkan atas pernyataan pelaku UMK.” Kemudahan ini diberikan pemerintah tak lain sebagai upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat industri halal dunia sekaligus kiblat industri fashion halal dunia pada 2024, sebagaimana arahan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Pemerintah mewajibkan sertifikat halal bagi pedagang makanan dan minuman mulai 18 Oktober 2024. Aturan ini berlaku bagi pedagang kaki lima (PKL) hingga Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Jika sampai batas waktu belum memiliki sertifikat halal, maka pemerintah akan memberikan sejumlah sanksi. 


Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama (BPJPH Kemenag), Muhammad Aqil Irham, menjelaskan bahwa sanksi yang akan diberikan bagi PKL maupun UMKM yang belum memiliki sertifikat halal berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Muhammad Aqil Irham menyatakan bahwa ada kategori produk yang harus sudah bersertifikat halal meliputi: produk makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, serta produk hasil penyembelihan dan layanan penyembelihan. Aqil menegaskan kelompok-kelompok produk tersebut harus wajib bersertifikasi halal pada 17 Oktober 2024.


Aqil menambahkan bahwa para pelaku usaha tidak perlu bingung sebab sekarang BPJPH telah kembali mempersiapkan kuota Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) melalui jalur sertifikasi halal self declare. Tentunya ini merupakan langkah untuk mempermudah pelaku UMKM di seluruh Indonesia dalam proses yang memenuhi kewajiban sertifikasi halal.  Pemerintah menyarankan agar para pelaku UMKM segera mengajukan sertifikasi halal karena itu adalah kemudahan yang harus dimanfaatkan, dan mereka disarankan untuk melakukannya selagi kuotanya masih tersedia.


Pendaftaran sertifikasi halal sekarang bisa dilakukan melalui aplikasi Sihalal yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun secara online selama 24 jam. Di samping itu, menurut Aqil pelaku usaha tidak perlu lagi membawa berkas-berkas persyaratan ke kantor BPJPH atau Pelayanan Terpadu Pintu (PTSP) di setiap wilayah Kemenag atau kantor Kemenag kota/kabupaten di seluruh Indonesia. Disebutkan bahwa persyaratan lengkap untuk mengikuti program Sehati dapat dilihat di kanal resmi BPJPH, seperti lamanbpjph.halal.go.id atau akun Instagram halal.indonesia. Pendaftaran di aplikasi Sihalal mempunyai 7 tahap yaitu: mengurus surat permohonan, formulir pendaftaran, aspek legal: NIB, dokumen penyediaan halal (SK penetapan penyedia halal, salinan KTP, daftar riwayat hidup), daftar nama produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, dan manual SJPH (Sistem Jaminan Produk Halal). 


Siti Aminah, selaku Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikat Halal BPJPH, mengatakan bahwa apabila pelaku UMKM belum bersertifikasi halal pada 18 Oktober 2024 mendatang, UMKM tersebut terancam dikenakan sanksi administrasi berupa larangan mengedarkan produk ke masyarakat. Tetapi sebelum diberlakukannya sanksi ini, BPJPH akan mempertanyakan alasan UMKM belum memiliki sertifikat halal karena jika pelaku usaha mikro kecil tersebut tidak memiliki biaya yang cukup, maka akan difasilitasi pembiayaan sertifikasi halal hingga pembinaan terhadap pelaku UMKM itu sendiri. Sanksi selanjutnya yang berlaku adalah produk tidak bisa beredar di mana pun karena belum bersertifikasi halal. 


Lebih lanjut, Siti menegaskan bahwa sanksi jika tidak bersertifikasi halal ini berlaku untuk semua pelaku usaha, dari pedagang keliling, gerobak, hingga pikul. Dengan kata lain, sertifikasi halal ini wajib dimiliki oleh pelaku usaha skala super mikro, mikro, kecil, menengah, dan besar. Sementara itu, BPJPH mencatat baru terdapat 3 juta produk UMKM bersertifikat halal dari target yang dituju sebesar 10 juta. Siti menyatakan bahwa data menjadi salah satu hambatan atas belum tercapainya target tersebut, mengingat terdapat 64 juta pelaku usaha di Indonesia.


Nur Wahid, selaku Direktur Bidang Halal LSP MUI, menyampaikan terkait dengan sertifikasi halal bagi UMKM, bahwa yang dikatakan sahnya suatu produk halal apabila memenuhi Standar Proses Sertifikasi Halal (SJPH) yang memiliki lima kriteria di antaranya meliputi komitmen dan tanggung jawab, bahan, proses produk halal, produk, serta pemantauan dan evaluasi. Manfaat yang didapatkan oleh pelaku UMKM jika memiliki sertifikasi adalah memiliki USP (Unique Selling Proposition) yang tentu saja akan lebih terjamin dan memiliki kualitas yang mumpuni dibandingkan kompetitor yang tidak memilikinya, juga meningkatkan kepercayaan konsumen dan menjangkau pasar yang lebih luas. USP adalah faktor atau pertimbangan dari penjual sebagai alasan bahwa produk atau jasa mereka lebih baik dari kompetitor. 


Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal telah diubah dengan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, sebagaimana telah disahkan menjadi UU oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Muhammad Aqil Irham selaku Kepala BPJPH menegaskan UU Cipta Kerja telah memberikan implikasi positif, seperti fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal UMK, kepastian hukum, dan mendorong pengembangan ekosistem halal di Indonesia. Masa tahapan pertama kewajiban sertifikasi halal akan dimulai dari tiga kelompok produk yang berlaku dimulai dari 17 Oktober 2019 hingga 17 Oktober 2023, yaitu produk makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.


Nasib UMKM non-Muslim pada bidang makanan di Indonesia sendiri dapat terjawab berdasarkan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Peraturan ini menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan produk halal tidak hanya berkaitan dengan bahan serta pengolahannya, melainkan juga termasuk pengemasan, penjualan, dan proses penyajian produk tersebut. Jika produk yang dijual tidak mengandung babi, darah, bangkai, hewan yang menjadi bahan baku harus disembelih sesuai syariat islam dan tempat pengolahannya bebas dari sesuatu yang kotor, maka sangat diharapkan pelaku usaha non-Muslim bisa mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada BPJPH selama itu masih sesuai dengan standarisasi halal. 


UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mewajibkan sertifikasi halal bagi seluruh produk yang beredar Indonesia, termasuk seluruh produk yang diproduksi oleh UMKM. Berdasarkan data kementerian Koperasi dan UMK, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB (Produk domestik bruto) sebesar 61,7%. Oleh karena itu UMKM merupakan titik terpenting dalam perekonomian Indonesia itu sendiri. Salah satu contohnya ada di Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyiapkan program fasilitasi sertifikasi halal yang diharapkan mampu mendorong kemandirian para pelaku usaha produk usaha mikro, kecil dan menengah di daerah itu. Untuk mendukung target tersebut, di awal tahun ini Pemprov Babel telah melakukan program pelatihan kepada 60 orang petugas pendamping proses produk halal. Hal ini untuk mengakselerasi pelaksanaan sertifikasi halal bagi pelaku UMKM melalui skema pernyataan pelaku usaha.


Dengan jumlah UMKM yang sebanyak itu dan terus bertambah, diharapkan bagi yang berwenang mengatur seperti yang sudah diketahui mendapatkan sertifikasi halal bagi UMKM tidak dikenakan biaya. Biaya pendaftaran dan penetapan kehalalan produk senilai Rp230.000 dibebankan kepada APBN/APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Negara/ Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) dan Fasilitas Lembaga Negara/Swasta. Masih banyak hal-hal seputar sertifikasi halal tersebut yang harus ditingkatkan.

7 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Post: Blog2 Post
bottom of page