Demonstrasi besar dengan mengusung “Jokowi End Game” yang rencananya akan dilakukan pada 24 Juli 2021 telah dipastikan oleh pihak kepolisian tidak akan terealisasikan. Hal ini telah disampaikan oleh Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes, Yusri Yunus, bahwa situasi Jakarta saat ini kondusif dan tidak ada kerumunan besar yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.
Faktanya, gabungan dari TNI-Polri dan pemerintah provinsi DKI Jakarta telah mengerahkan 3.385 personel yang difungsikan untuk melakukan pengawalan dan pengawasan demonstrasi yang dilatarbelakangi dengan penolakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Tidak hanya itu, Polda Metro Jaya juga telah mengerahkan 400 personel yang difungsikan sebagai penjagaan dan pangatur lalu lintas di sekitar wilayah Jakarta Pusat. Adanya juga penutupan beberapa jalan yang dapat dijadikan sebagai jalur untuk menuju Istana Kepresidenan untuk mengantisipasi adanya kerumunan massa yang ingin unjuk rasa.
Diketahui latar belakang dari perencanaan demonstrasi ini yaitu beredarnya poster “long-march” dengan tujuan untuk menolak kebijakan PPKM. Seruan mengenai demonstrasi ini muncul di berbagai daerah yang membawakan tema “Jokowi End Game” yang didasarkan kepada bentuk dari ketidakpuasan masyarakat atas kebijakan yang ditangani oleh pemerintah dalam menanggulangi peningkatan Covid-19. Sebelumnya, poster “Seruan Aksi Nasional Jokowi Endgame” beredar di media sosial khususnya twitter yang dimana melalui poster tersebut juga memberikan sebuah ajakan kepada masyarakat untuk menolak kebijakan (PPKM). Tertulis juga pada poster tersebut yang berbunyi: “Mengundang seluruh elemen masyarakat untuk turun ke jalan menolak PPKM dan menghancurkan Oligarki istana beserta jajarannya.”
Padahal sebelumnya, pemerintah dan kepolisian telah menghimbau masyarakat agar tidak melakukan aksi unjuk rasa dengan tujuan untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya mengenai kebijakan PPKM ini sendiri. Polda Metro juga memahami keinginan masyarakat untuk adanya relaksasi mengenai pemberlakuan kebijakan PPKM ini tetapi pemerintah akan semakin kesulitan untuk dapat menanggulangi dampak dari kelakuan masyarakat yang terus melanggar protokol kesehatan seperti membuat kerumunan yang memiliki potensi untuk meningkatkan angka masyarakat yang terjangkit positif Covid-19.
Menurut dugaan Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, penggagas seruan demonstrasi tersebut kemungkinan adalah kelompok non-parlemen, yakni mereka yang dari awal sudah anti-pemerintah. Ia menjelaskan bahwa tujuan dari kelompok ini adalah untuk mendelegitimasi pemerintah karena dianggap tidak mampu mengendalikan situasi pandemi.
“Kelompok non parlemen ini selalu berdenyut melakukan protes. Terutama di medsos yang tak terbatas. Semua ekspresi politik mereka tumpahkan melalui media sosial. Meski jumlahnya kecil, tapi karena tiap hari melakukan propaganda terkesan gerakan perlawanan semacam ini besar,” ujarnya.
Melihat kondisi saat ini, sangatlah tidak tepat dalam melakukan kerumunan dengan tujuan untuk memberikan aspirasi dan pendapat mengenai kebijakan pemerintah melalui aksi unjuk rasa. Kegiatan aksi unjuk rasa yang bersifat kerumunan tentu akan memberi potensi meningkatnya angka positif Covid-19 sedangkan di sisi lain rumah sakit sudah kewalahan melayani masyarakat yang terjangkit dan keterbatasan lahan kubur. Untuk memberikan aspirasinya, pemerintah siap untuk mengakomodir seluruh pendapat masyarakat sehingga tidak menimbulkan kerumunan yang berpotensi menjadi tempat penyebaran Covid-19.
Kabid Humas PMJ ini juga menambahkan bahwa masyarakat di persilahkan untuk mendatangi Polda Metro ataupun instansi terkait lainnya dengan maksud dan tujuan untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat mengenai pemberlakuan kebijakan yang diberikan kepada masyarakat.
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD melihat kejadian ini juga memberikan ketegasan bahwa saat ini pemerintah mendengarkan dan mencatat seluruh aspirasi dan pendapat yang telah disampaikan oleh masyarakat. Ia sangat memahami bahwa masyarakat ingin melakukan penyampaian unjuk rasa secara publik sebagaimana yang telah terjadi yaitu melalui ajakan untuk melakukan demonstrasi yang beredar di sosial media.
Diberikan juga salah satu bukti bahwa pemerintah mendengar aspirasi masyarakat yaitu mengenai penghapusan konsep vaksin yang berbayar dalam beberapa waktu yang lalu dan larangan masuknya tenaga kerja asing di masa pandemi. Menurut pendapatnya, sangat tidak tepat dengan kondisi saat ini dimana terjadi peningkatan positif Covid-19 khususnya di Jakarta dan melakukan aksi demonstrasi yang secara fisik dianggap akan melanggar protokol kesehatan dan membahayakan masyarakat secara luas.
Masyarakat dihimbau bahwa tidak semua aspirasi diakomodir, tetapi masyarakat tetap dapat menyampaikan aspirasinya melalui kanal komunikasi yang disesuaikan dengan protokol kesehatan seperti seminar, dialog daring, sampai media sosial. Ia juga menambahkan mengenai pastinya akan ada sikap melawan ataupun resistensi terhadap pemberlakuan kebijakan PPKM yang pemerintah tetapkan.
Padahal, hingga saat ini peraturan yang pemerintah tetapkan memiliki sebuah tujuan agar dapat menekan angka positif Covid-19, yang mana telah disesuaikan dengan substansi pada Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terus mengedepankan keselamatan masyarakat di Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan kunci dalam pemerintah melakukan tindakan yang mengedepankan keselamatan masyarakat.
Comments